JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan telah melakukan pemantauan dan penyelidikan terkait beredarnya video kekerasan terhadap warga terduga teroris yang diduga dilakukan Detasemen Khusus 88 Antiteror. Dari hasil penyelidikan itu diketahui bahwa peristiwa pada video itu benar-benar terjadi di Tanah Runtuh, Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso kota, Kabupaten Poso pada 22 Januari 2007.
"Ini diketahui setelah kami melakukan penyelidikan dan memperoleh data dan fakta dari para saksi dan tinjauan langsung ke lokasi kejadian. Dari rekontruksi Komnas HAM tempat dan data akurat sama dengan yang ada di video itu," ujar Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dalam jumpa pers di kantornya, Senin (18/3).
Menurut saksi mata, kata Laila, tindakan kekerasan dan penyiksaan yang ada di video itu memang dilakukan oleh sejumlah oknum Densus 88. Sebanyak tiga orang warga terduga teroris ditembak di lokasi kejadian. Mereka adalah Icang yang langsung tewas di tempat, Rasiman yang ditembak di kaki kanan, diminta bertelanjang dan mengangkat tangan, serta Wiwin yang ditembak di bagian dada menembus hingga punggung dalam keadaan hanya memakai celana dalam. Meski sudah terluka, kata Laila, Wiwin masih diinterogasi dan dilecehkan dengan kata-kata bernuansa SARA. Sementara satu warga lagi, Tugiran juga mendapat penyiksaan seperti warga lainnya. Para warga ini mengalami siksaan mulai dari lokasi, dalam perjalanan hinggga diinterogasi di Polres Poso.
Kejadian ini tidak lepas dari rencana penangkapan 29 orang dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88. Saat itu 22 Oktober 2006, polisi juga sempat bentrok dengan warga di wilayah itu. Pasalnya pencarian 29 orang itu dilakukan saat warga sedang takbiran dan mempersiapkan Idul Fitri. Saat pencarian itu, Densus 88 bukan hanya menewaskan Icang, tetapi juga Fachrudin yang setelah dilumpuhkan dengan tembakan akhirnya tewas dengan kondisi mengenaskan di tahanan Polda Sulawesi Tengah.
Selain para terduga teroris ini, ada juga 11 orang lainnya yang tidak termasuk dalam DPO ikut tewas di antaranya Firman, Nurgam alias Om Gam, Idrus, Totok, Yusuf, Muhammad Syafri alias Andrias, Afrianto alias Mumin, Hiban, Huma, Sudarsono dan Ridwan Wahab alias Gunawan.
"Terhadap peristiwa penembakan oleh Densus 88 kepada para terduga teroris yang mengakibatkan meninggal dunia tanpa proses hukum, maka diduga adanya pelanggaran hak untuk hidup," tegas Laila.
Komnas HAM mendapatkan fakta bahwa sebagian warga ini sebenarnya masih bernyawa dan memungkinkan bisa diselamatkan. Namun, upaya itu tidak dilakukan, bahkan terkesan sengaja dibiarkan hingga akhirnya tewas. Komnas HAM mengecam adanya tindakan kejam yang tidak manusiawi tersebut. Apalagi itu justru dilakukan oleh aparat kepolisian.
"Prinsipnya, kami Komnas HAM tidak setuju dengan terorisme, tapi dalam pennaggulangan sebaiknya tidak melakukan pelanggaran HAM. Jangan karena dicap terduga teroris, dia berhak ditembak mati. Siapapun harus diproses secara hukum, bukan berarti harus ditembak mati," pungkasnya. (flo/jpnn)
"Ini diketahui setelah kami melakukan penyelidikan dan memperoleh data dan fakta dari para saksi dan tinjauan langsung ke lokasi kejadian. Dari rekontruksi Komnas HAM tempat dan data akurat sama dengan yang ada di video itu," ujar Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dalam jumpa pers di kantornya, Senin (18/3).
Menurut saksi mata, kata Laila, tindakan kekerasan dan penyiksaan yang ada di video itu memang dilakukan oleh sejumlah oknum Densus 88. Sebanyak tiga orang warga terduga teroris ditembak di lokasi kejadian. Mereka adalah Icang yang langsung tewas di tempat, Rasiman yang ditembak di kaki kanan, diminta bertelanjang dan mengangkat tangan, serta Wiwin yang ditembak di bagian dada menembus hingga punggung dalam keadaan hanya memakai celana dalam. Meski sudah terluka, kata Laila, Wiwin masih diinterogasi dan dilecehkan dengan kata-kata bernuansa SARA. Sementara satu warga lagi, Tugiran juga mendapat penyiksaan seperti warga lainnya. Para warga ini mengalami siksaan mulai dari lokasi, dalam perjalanan hinggga diinterogasi di Polres Poso.
Kejadian ini tidak lepas dari rencana penangkapan 29 orang dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Densus 88. Saat itu 22 Oktober 2006, polisi juga sempat bentrok dengan warga di wilayah itu. Pasalnya pencarian 29 orang itu dilakukan saat warga sedang takbiran dan mempersiapkan Idul Fitri. Saat pencarian itu, Densus 88 bukan hanya menewaskan Icang, tetapi juga Fachrudin yang setelah dilumpuhkan dengan tembakan akhirnya tewas dengan kondisi mengenaskan di tahanan Polda Sulawesi Tengah.
Selain para terduga teroris ini, ada juga 11 orang lainnya yang tidak termasuk dalam DPO ikut tewas di antaranya Firman, Nurgam alias Om Gam, Idrus, Totok, Yusuf, Muhammad Syafri alias Andrias, Afrianto alias Mumin, Hiban, Huma, Sudarsono dan Ridwan Wahab alias Gunawan.
"Terhadap peristiwa penembakan oleh Densus 88 kepada para terduga teroris yang mengakibatkan meninggal dunia tanpa proses hukum, maka diduga adanya pelanggaran hak untuk hidup," tegas Laila.
Komnas HAM mendapatkan fakta bahwa sebagian warga ini sebenarnya masih bernyawa dan memungkinkan bisa diselamatkan. Namun, upaya itu tidak dilakukan, bahkan terkesan sengaja dibiarkan hingga akhirnya tewas. Komnas HAM mengecam adanya tindakan kejam yang tidak manusiawi tersebut. Apalagi itu justru dilakukan oleh aparat kepolisian.
"Prinsipnya, kami Komnas HAM tidak setuju dengan terorisme, tapi dalam pennaggulangan sebaiknya tidak melakukan pelanggaran HAM. Jangan karena dicap terduga teroris, dia berhak ditembak mati. Siapapun harus diproses secara hukum, bukan berarti harus ditembak mati," pungkasnya. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Diminta Optimalkan Peran Penyelesaian Konflik Filipina
Redaktur : Tim Redaksi