jpnn.com, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM menilai penanganan terorisme harus dilakukan tetap lewat pendekatan penegakan hukum dan dilaksanakan oleh Polri dengan menjamin terlindunginya hak asasi manusia. Baik itu korban, keluarga korban, masyarakat maupun tersangka dan narapidana serta keluarganya.
"Penanganan terorisme penting tetap berada dalam koridor demokrasi, penghormatan hukum dan hak asasi manusia," ujar Ketua Komnas HAM Nur Kholis dalam siaran persnya, Selasa (30/5).
BACA JUGA: Dua Jurus BNPT Menangkal Paham Radikal
Karena itu, keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, kata Nur Kholis, sebaiknya tetap menjadi langkah terakhir. Yaitu sebagai pelaksanaan tugas pokok operasi militer selain perang, seperti diatur dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI.
"Pelaksanaannya, juga harus sesuai ketentuan Pasal 7 ayat 3, yaitu berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara," ucap Nur Kholis.
BACA JUGA: Wiranto: Demi Melindungi Rakyat, Kami Butuh Cara Keras
Komnas HAM mengeluarkan siaran pers setelah sebelumnya Presiden Joko Widodo menyerukan perlunya UU Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme segera direvisi.
Tujuannya, agar penanganan terhadap aksi terorisme dapat dilakukan sedini mungkin, sehingga peristiwa bom bunuh diri seperti yang terjadi di Terminal Kampung Melayu, Rabu (24/5) kemarin, tidak terulang kembali.
BACA JUGA: Jokowi Ingin Revisi UU Antiterorisme Beri Ruang untuk TNI
Usulan tersebut disambut baik semua kalangan, termasuk aktivis kemanusiaan. Namun mereka berharap revisi tidak menempatkan TNI sebagai aktor dalam pemberantasan terorisme. Karena dikhawatirkan penanganan terorisme akan keluar dari mekanisme sistem peradilan pidana terpadu.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakapolda Imbau Warga Ikut Lawan Terorisme
Redaktur & Reporter : Ken Girsang