jpnn.com, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerjunkan tim setelah kejadian pembunuhan satu keluarga di Lewonu Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat (27/11).
Tercatat tim telah terjun ke lokasi per Senin (30/11) dan dipimpin oleh kepala perwakilan kantor Komnas HAM Sulawesi Tengah Dedi Ashari.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: PA 212 Ngotot Reuni? Rizieq Shihab Tak Muncul, Moeldoko Angkat Suara
"Komnas HAM itu kirim ke sana. Tim sedang proses di lapangan. Kemarin kami mengumpulkan semua informasi, semua bukti, dan sebagainya, termasuk juga bertemu tokoh agama di Palu dan beberapa tempat penting yang menurut kami," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat dihubungi jpnn, Rabu (2/12).
Menurut Anam, tim di lapangan untuk mengonfirmasi sejumlah informasi atas kasus pembunuhan satu keluarga di Sigi. Misalnya terkait dugaan pelaku berasal dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT
BACA JUGA: Presiden PKS: Teror Sigi Bertentangan dengan Pancasila dan Ajaran Agama
"Tim masih di lapangan, aku belum dapat laporan. Cuma yang tim di lapangan itu untuk memperjelas informasi yang kami dapat saat ini, dugaan-dugaan. Misalnya dugaan pelaku MIT, kemungkinan besar seperti itu," ujar dia.
Selain menelisik informasi pelaku, kata Anam, tim dari Komnas HAM akan meneliti dugaan aparat keamanan bobol menjaga wilayah dari serangan MIT.
BACA JUGA: Soroti Teror di Sigi, Begini Kata Iwan Fals...
Diketahui, peristiwa pembunuhan satu keluarga terjadi di area wilayah Tim Tinombala. Sementara itu, kata Anam, kinerja Tim Tinombala sebenarnya sudah baik
Mereka sudah mampu memetakan teroris di wiilayahnya. Bahkan, tim tersebut tahu sosok yang masih berkeliaran di wilayah tugasnya. Hanya saja, ujar dia, peristiwa pembunuhan terhadap satu keluarga tetap terjadi.
"Persoalan utamanya, kok, bisa bobol, metodologi penjagaan dan sebagainya. Itu penting kami cek, sehingga maksud dan tujuan kami mengirim tim ke sana, itu tidak hanya mengungkap fakta, tetapi juga melihat pola penanganan, karena perlu juga ada evaluasi terhadap operasi Tinombala," ujar dia.
"Makanya kami kaget, kok, bisa meledak saat ini. Apakah ini balasan setelah rekannya ditembak beberapa bulan lalu," tutur dia.
Menurut Anam, terdapat beberapa faktor jika aparat kebobolan mengantisipasi teror. Yakni terkait luas wilayah tugas hingga koordinasi.
"Apakah ini persoalan teritori yang luas dan medan berat, atau soal koordinasi antara berbagai institusi. Kan, Tinombala itu tidak satu institusi. Itu antarinstitusi. Itu yang kami ingin perlu kami ketahui," tutur dia. (ast/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan