jpnn.com, JAKARTA - Praktisi Hukum Firman Wijaya menyatakan setuju dengan materi di revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan kewenangan penyidik KPK menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Alasannya, tidak mungkin aparat hukum memiliki mekanisme hukum yang berbeda-beda. Ini akan menimbulkan ketidakadilan.
BACA JUGA: Revisi UU KPK: Penjelasan Pakar Hukum Tentang Pentingnya Kewenangan SP3
"Kalau Kejaksaan dan Kepolisian mengenal SP3, mestinya KPK juga demikian. Bukan seperti sekarang, KPK hanya menetapkan tersangka tapi tidak pernah mengeluarkan SP3 meski dikalahkan saat praperadilan. Ini yang menimbulkan ketidakadilan hukum," kata Firman dalam diskusi Trijaya di D:Consulate, Kamis (19/9).
Ketidakadilan hukum juga diungkapkan Supardji Ahmad, pakar hukum SA Institute. Menurut dia,. kewenangan KPK yang bisa menggunakan penyadapan dan tidak mengenal SP3 membuat orang terzalimi.
BACA JUGA: ICW Sebut KPK Tidak Perlu Dewan Pengawas dan SP3, Begini Penjelasannya
Dia menilai, pengesahan revisi UU KPK menjadi undang-undang tidak akan membuat kiamat. KPK juga tidak akan dibunuh. Revisi justru merupakan proses perbaikan KPK.
"Jangan sampai kasus Anas Urbaningrum dan Irman Gusman, terulang lagi. Sebab, dua kasus tersebut sarat kepentingan politik," ucapnya.
Dalam hal penyadapan, Supardji berpendapat, KPK sudah melebihi intelijen. Padahal itu bukan proporsinya. Seharusnya penyadapan untuk proses penegakan hukum. Demikian juga soal SP3. Jangan sampai orang mati masih menyandang status tersangka.
"Pemberantasan korupsi harus jalan terus. Jadi tidak benar kalau dibilang mematikan," tegasnya.
Muhammad Rullyandi, pakar hukum tata negara mengatakan, revisi UU KPK adalah dalam rangka menguatkan bukan melemahkan lembaga antirasuah. Itu sebabnya harus ada Dewan Pengawas agar pimpinan KPK tidak bertindak semaunya.
"Jangan kayak penyadapan Pak Irman Gusman. Itu adalah tindakan yang berindikasi politik. Dasar hukumnya tidak ada. Penyadapan perlu untuk pencegahan," ujarnya.
Rully juga menegaskan perlunya SP3. SP3 perlu karena orang yang sedang disidik butuh kepastian hukum. Jangan sampai kasus Syafruddin Temanggung terulang lagi.
"Banyak kasus yang ditangani KPK berbau politik makanya UU KPK direvisi agar tidak ada yang terzalimi," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad