Mustafa Hijazi kehilangan lima anggota keluarganya karena serangan mematikan yang dilakukan Israel di Lebanon sejak awal pekan kemarin.
Ia kehilangan kerabatnya Elham Halal, menantu perempuannya Haneen, saudara laki-lakinya Raef, dan dua cucu dari Elham, yakni Celine yang berusia lima tahun dan Eileen yang berusia tiga tahun.
BACA JUGA: Setelah Bunuh Nasrallah, Israel Retas ATC Bandara Beirut demi Lumpuhkan Hizbullah
Mereka semua tewas akibat serangan udara Israel yang menghantam rumah mereka di desa Merouaniyeh di Lebanon selatan.
Suami Elham, Hussein Halal, selamat karena berada di luar rumah selama serangan terjadi.
BACA JUGA: Israel Bunuh Bos Hizbullah, Pemimpin Tertinggi Iran Diungsikan ke Lokasi Rahasia
Ribuan warga Lebanon selatan mengungsi sejak Israel melancarkan ratusan serangan udara yang sudah menewaskan setidaknya 700 orang dan melukai ribuan lainnya.
Militer Israel mengatakan mereka sudah memperingatkan warga sipil untuk meninggalkan daerah tersebut sebelum melancarkan operasi, yang menurut klaim Israel ditujukan untuk menyerang infrastruktur milik kelompok Hizbullah.
BACA JUGA: Angka Rabies di Bali Masih Tertinggi di Indonesia Meski Vaksinasi Sudah Dilakukan
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, serangan tersebut merupakan yang paling mematikan sejak perang Israel-Hizbullah tahun 2006.
Mustafa, yang juga seorang pembuat film di Sydney, mengatakan ia tidak bisa tidur sejak mendengar berita tentang keluarganya di Lebanon.
"Saya mendapat kabar sekitar pukul 19.38 waktu Sydney [Selasa kemarin], rumah tiga lantai kami rata dengan tanah oleh serangan udara Israel," katanya.
"Saya menyalakan dua saluran TV dan [saya] menghubungi keluarga saya di Lebanon melalui Whatsapp.
"Butuh waktu tujuh jam untuk saudara laki-laki saya bisa mengungsi dan mencari tempat yang tinggal yang aman di pegunungan."
Saudara perempuan Mustafa, Rabab, yang berada di Merouaniyeh, mengirimkan rekaman suara yang menggambarkan ketakutannya.
Dalam rekaman suara yang didengar ABC, ia mengatakan dalam bahasa Arab kalau "rumah [keluarga] Halal telah diratakan dengan tanah".
"Roket-roket terbang di atas kami. Ya Tuhan, tolong Tuhan, tolong jaga kami semua tetap aman," kata Rabab.
Mustafa mengatakan komunitas Druze, Kristen, dan Muslim Sunni menawarkan diri untuk menerima pengungsi dari Lebanon selatan, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim Syiah.
"Saya merasa sedih melihat orang-orang tak berdosa. Jika seorang tentara tewas, mereka tahu apa yang mereka perjuangkan, tetapi anak-anak, apakah mereka pantas menerima ini?" katanya.
Ia mengaku marah, seperti juga dirasakan semua warga keturunan Lebanon di Australia yang berjumlah setidaknya 250.000 orang.
"Pemerintah Australia menyaksikan pembantaian ini, pembunuhan anak-anak tak berdosa, dan tidak melakukan apa-apa," kata Mustafa.
Ia merasa yakin kalau sebenarnya Australia bisa "memberikan tekanan untuk memastikan warga sipil di Lebanon terlindungi".
"Pemerintah Australia harus melakukan sesuatu, demi kemanusiaan."
Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan: "Australia khawatir dengan eskalasi dan hilangnya nyawa warga sipil di Lebanon dan Israel. Sekarang saatnya untuk mengendalikan dan meredakan eskalasi."
Menlu Penny sebelumnya sudah mengeluarkan peringatan kepada warga Australia di Lebanon Selatan, mendesak mereka untuk pergi saat layanan penerbangan masih tersedia.
"Jumlah warga Australia di Lebanon melebihi kapasitas pemerintah untuk memberikan bantuan kepada semua orang," ujarnya.
"Kami kembali mengatakan kepada setiap warga Australia yang berada di Lebanon, apa yang sudah kami katakan selama berbulan-bulan, Anda harus kembali ke Australia di saat penerbangan komersial masih tersedia, jika memang tersedia."Khawatir ada serangan
Dalam pesan video di X, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada rakyat Lebanon: "Perang Israel bukan dengan kalian. Perang ini dengan Hizbullah."
"Sudah terlalu lama Hizbullah memakai kalian sebagai tameng manusia," imbuhnya.
Carol mengatakan Hizbullah adalah "bagian asli dari tatanan sosial Lebanon".
"Mereka adalah penduduk negara ini. Ketika Israel mengatakan mereka [Hizbullah] berada di wilayah sipil atau di wilayah padat penduduk … ini adalah wilayah mereka. Mereka adalah saudara, keluarga, kerabatnya," katanya.
"[Tapi] orang-orang ini tidak akan ke mana-mana. Ini tanah mereka."
Sebelumnya, surat kabar Israel Haaretz melaporkan Menteri Urusan Diaspora Israel Amichai Chikli mengatakan Lebanon tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah negara.
Media tersebut menyarankan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk membangun "zona penyangga" di wilayah tersebut.
Juru bicara senior IDF mengatakan mereka "saat ini hanya berfokus pada kampanye udara Israel" setelah ditanya apakah penyerangan di darat akan segera terjadi.
Carol sudah menduga retorika dari ucapan menteri Israel tersebut.
"Mereka ingin menyerang," katanya.
"Saat mereka memutuskan untuk meledakkan pager [penyeranta] … jelas bahwa langkah selanjutnya adalah pengeboman tanpa pandang bulu yang mengarah pada invasi."
Sudah lebih dari setengah juta warga Lebanon dipaksa mengungsi dari rumah-rumah mereka.
Penulis Lebanon-Australia Abbas Morad, asal Bint Jbeil di selatan Lebanon, juga khawatir akan adanya invasi darat.
Ia mengatakan ini bukan pertama kalinya "Israel menciptakan ketakutan di Lebanon".
"Ini keterlaluan. Komunitas internasional tetap diam dan memberi Israel lampu hijau untuk melakukan genosida [di Gaza]," katanya.
"Di mana Perserikatan Bangsa-Bangsa dan di mana hak asasi manusia? Ditinggalkan, di bawah pengakuan Israel yang membela diri."
"[Israel] telah menginvasi Lebanon berkali-kali pada tahun 1972, 1978, 1982, 1993, 1996 dan sekali lagi pada tahun 2006."
"Kami selalu hidup dalam kecemasan, khawatir akan keselamatan keluarga kami."
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Hari Ini: Lebanon Mengatakan AS Jadi Kunci dalam Perang dengan Israel