jpnn.com, POLANDIA - Konferensi pengendalian perubahan iklim global, telah dimulai. Pertemuan tahunan Negara Pihak UNFCCC ke-24 (The twenty-fourth session of the Conference of the Parties/COP24/CMP14/CMA1.3) tahun ini berlangsung di Katowice, Polandia, 2 – 14 Desember 2018.
Diperkirakan 45 ribu orang peserta dari 197 perwakilan negara hadir dalam acara yang membahas status dan upaya pengendalian perubahan iklim dunia.
BACA JUGA: Bank Sampah Tumbuhkan Sirkular Ekonomi Masyarakat
Sebagaimana diketahui dampak perubahan iklim telah mengancam keberlanjutan negara-negara di dunia dan berdampak nyata bagi kehidupan manusia.
Untuk itu, pada COP 21 tahun 2015, negara-negara peserta UN sepakat berupaya menekan kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius pada tahun 2100 atau bahkan 1,5 derajat Celsius sebagaimana tertuang dalam Paris Agreement.
BACA JUGA: Tata Kelola Gambut Indonesia Jadi Rujukan Pengetahuan Dunia
Pertemuan COP 24 di Polandia, akan menentukan perjalanan perubahan iklim kedepan. “Hari ini tiga tahun setelah Paris Agreement, semua negara hadir di Katowice membuktikan komitmennya dalam pengendalian perubahan iklim”, ucap Andrzej Duda, Presiden Polandia, pada acara pembukaan COP-24, Senin pagi waktu setempat (3/12).
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres juga mengingatkan bahwa dunia sedang dalam masalah dengan perubahan iklim. Menurutnya perubahan iklim berjalan lebih cepat dari upaya manusia.
BACA JUGA: Delegasi Indonesia Siap Sukseskan COP 24 Katowice
“Kami mengingatkan ini adalah deadline, kita tidak punya banyak waktu untuk negosiasi yang panjang. Yang kita butuhkan adalah political will and green leadership”, kata Guterres.
Dalam sidang PBB bidang perubahan iklim ini, tim negosiasi Delegasi Indonesia juga turut hadir, merupakan perwakilan dari kementerian dan lembaga, LSM, dan peneliti, yang telah dibekali kertas posisi.
Menteri LHK, Siti Nurbaya menegaskan bahwa, kedatangan rombongan Delegasi R.I (Delri) ini sangat penting bagi negara Indonesia, dalam mencapai target target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), dan program adaptasi perubahan iklim yang disebutkan di dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) sebagai produk dari Paris Agreement.
"Para delegasi ini bukan hanya siap untuk negosiasi, tetapi juga siap untuk soft diplomacy dan menyampaikan keunggulan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim", ungkap Menteri Siti.
Indonesia memiliki target untuk memanfaatkan agenda di event-event yang terkait dengan perundingan, maupun side event untuk meningkatkan profil kiprah Indonesia di forum internasional.
Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016.
Bentuk nyata komitmen Indonesia di bawah Paris Agreement adalah telah menyampaikan Laporan Pertama Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional atau First Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia kepada UNFCCC pada tahun 2016 silam.
NDC menyatakan komitmen kontribusi penurunan emisi GRK pada tahun 2030 sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41 persen jika ada kerjasama internasional.
Terkait dengan hasil capaian NDC Indonesia, yang baru akan dilaksanakan pasca 2020, menurut data tahun 2016, Indonesia berhasil menurunkan emisi sebesar 8,7 persen dari berbagai sektor. Pada2017 penurunan emisi telah mencapai sekitar 16%.
Dalam mencapai target 29 persen, Indonesia memiliki modalitas yang baik dalam pemenuhan janji NDC yaitu melalui kebijakan dan peraturan yang dimiliki, serta aktivitas dan peran lembaga dalam mendukung pendanaan, pengembangan kapasitas, transfer teknologi, kemitraan dan penelitian.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tata Kelola Gambut Indonesia Jadi Rujukan Pengetahuan Dunia
Redaktur & Reporter : Natalia