Konflik KPK-Polri Tak Perlu Sampai Revisi UU KPK

Senin, 09 Februari 2015 – 20:12 WIB
Direktur Sigma, Said Salahudin. Foto: Girsang Ken/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus mampu menjelaskan tujuan yang hendak dicapai, jika ingin merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Jangan sampai muatan yang hendak diubah justru tidak bersinggungan dengan persoalan yang kini sedang dihadapi KPK.

BACA JUGA: Abraham Samad Disebut Dapat Senpi dari Mantan Kabareskrim

Pandangan tersebut dikemukakan Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, setelah mendengar salah satu pasal yang kemungkinan akan direvisi dari UU KPK, terkait kewenangan penanganan kasus korupsi. 

Kemungkinan akan ditangani seluruhnya oleh KPK. Sementara Kepolisian dan Kejaksaan nantinya tidak lagi diberi kewenangan menangani kasus dugaan korupsi.

BACA JUGA: Marwan Ingatkan Dana Desa Bukan untuk Bangun Masjid

“Saya dengar pertimbangan agar tidak terjadi benturan kewenangan antara Polisi dan KPK. Ide itu sebetulnya memang bagus, tapi sayangnya tidak menjawab persoalan yang kini sedang dihadapi oleh KPK. Konflik antara KPK dan Polri sekarang ini bukan disebabkan adanya perselisihan kewenangan di antara dua institusi itu,” katanya, Senin (9/2).

Menurut Said, kalau DPR mengira pangkal dari kasus KPK-Polri karena adanya benturan kewenangan, maka tidak perlu merevisi UU KPK. Sebab Indonesia sudah punya instrumen ketatanegaraan untuk menyelesaikan masalah tersebut, yaitu melalui pengajuan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara ke Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: Ini Kata Jokowi soal Proton dan Mobnas

“Jadi, kejelasan tujuan dari rencana revisi UU KPK itu menjadi hal pokok yang harus diperhatikan oleh DPR. Jangan sampai masalahnya di perut, tetapi yang diberikan malah obat sakit kepala,” katanya.

Selain itu, Said menilai DPR juga harus mampu memastikan revisi UU KPK dilakukan karena memang benar-benar dibutuhkan dan dapat bermanfaat khususnya bagi efektivitas kerja dari lembaga anti rasuah tersebut. Bukan justru sebaliknya.

“Kalau tidak, dikhawatirkan justru akan muncul penilaian negatif dari masyarakat. Alih-alih mendapatkan dukungan, publik boleh jadi malah akan mencurigai DPR ingin melemahkan KPK melalui rencana revisi UU tersebut,” katanya.

Menurut Said, revisi UU KPK juga harus dilakukan oleh DPR dengan mengedepankan asas keterbukaan. Maksudnya, DPR perlu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk turut memberikan masukan dalam proses revisi.

Selain itu, DPR juga perlu menjelaskan secara transparan tentang apa yang menjadi pokok permasalahan, alasan yang menjadi pertimbangan, dan batasan atau ruang lingkup materi muatan UU KPK yang hendak direvisi.

“Di sinilah naskah akademik menjadi penting dipersiapkan oleh DPR sebelum merevisi UU KPK,” katanya. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesetrum Listrik saat Banjir, Warga Tewas dengan Tubuh Membiru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler