jpnn.com - KUPANG - Konflik manusia dengan buaya di Nusa Tenggara Timur (NTT) paling banyak terjadi di Pulau Timor.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT mencatat selama 2023 konflik yang terjadi di Pulau Timor mencapai tujuh kasus.
BACA JUGA: Buaya Endemik Bengawan Solo Kembali Muncul di Bojonegoro, Warga Diminta Berhati-hati
"Terbanyak di Pulau Timor, dari total 15 korban gigitan buaya di seluruh NTT," ujar Kepala BBKSDA NTT Arief Mahmud di Kupang, Kamis (11/4).
Dia mengatakan interaksi negatif antara buaya dan manusia di NTT cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.
BACA JUGA: Warga Pasaman Barat Dimangsa Buaya, Tangan dan Kaki Putus
Sesuai data, lima di antara 15 korban gigitan buaya dinyatakan meninggal dunia karena gigitan parah.
Konflik antar buaya dan manusia juga terjadi di Pulau Sumba dengan jumlah enam kasus.
BACA JUGA: Pemprov Babel Menyiapkan 157 Hektare untuk Kawasan Konservasi Buaya
Sedangkan sisanya di Flores dan kabupaten Lembata yang masing-masing satu kasus.
Sejak Januari 2024 hingga saat ini terdapat dua kejadian yang menimbulkan seorang korban meninggal dunia.
“Periode Januari hingga April 2024 terdapat dua kejadian konflik yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia,” ucapnya.
Arief menilai penyelesaian interaksi negatif itu sebenarnya harus dilakukan dengan memperhatikan akar permasalahan.
Antara lain, perbaikan habitat berupa hutan mangrove yang rusak serta membatasi aktivitas masyarakat di kawasan yang diperuntukkan bagi habitat satwa.
Dia mengatakan insiden buaya muncul di area publik dimungkinkan terjadi.
Pasalnya, buaya mencari habitat baru akibat habitat aslinya rusak atau adanya persaingan teritorial yang mengakibatkan individu tertentu harus pindah.
Pada kasus tertentu, katanya, buaya juga berinteraksi dengan masyarakat saat melintas untuk pindah atau mencari makan.
Solusi jangka pendek yang diambil pemerintah saat terjadi interaksi negatif, khususnya di areal publik atau wilayah yang dekat dengan permukiman, menangkap dan merelokasi buaya ke tempat tertentu.
Dengan cukup banyak buaya yang saat ini berada di penampungan sementara di BBKSDA NTT, katanya, perlu upaya mengubah masalah menjadi peluang.
Misalnya, membangun fasilitas lembaga konservasi umum yang antara lain dimanfaatkan untuk wisata.
Selain itu, diperlukan partisipasi para investor untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan dukungan pendampingan proses perizinan oleh BBKSDA NTT.
BBKSDA NTT mengimbau masyarakat tidak mengambil langkah sendiri saat terjadi pertemuan dengan buaya.
Kemudian, tidak membuang sisa makanan di laut yang dapat memancing kehadiran buaya, serta melaporkan kejadian interaksi negatif buaya melalui pusat panggilan BBKSDA NTT. (Antara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kronologi Bocah 9 Tahun Diterkam Buaya
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang