jpnn.com - JAKARTA - Para kandidat kepala daerah yang akan maju di pilkada Desember 2015, disarankan tidak mendaftar dan menggunakan perahu Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Saran tersebut disampaikan Koordinator Komite Pemilih untuk Indonesia (TePi) Jeiry Sumampow, dengan keyakinan bahwa konflik di tubuh kedua partai itu masih panjang, sulit diprediksi kapan akan berakhir.
BACA JUGA: Aduh..Spanduk Ucapan Selamat Kongres PDIP dari Tri Rismaharini Itu Salah!
"Menyalonkan diri lewat Golkar dan PPP sangat rawan. Kalau boleh memberi saran, hindari maju lewat Golkar dan PPP, karena situasinya tidak bisa dipegang," ujar Jeiry kepada JPNN kemarin (8/4).
Pria yang lama berkecimpung dalam persoalan pemilu dan pilkada ini mengawali ulasannya dari keluarnya putusan sela PTUN Jakarta yang menunda pelaksanaan SK Menkumham tentang pengesahkan kepengurusan DPP kubu Munas Ancol itu.
BACA JUGA: Agung Laksono Sudah Bicara Target Perolehan Suara di Pilkada
Putusan PTUN itu bermakna bahwa kubu Agung yang sah, hanya saja SK menkumham itu belum boleh dilaksanakan. Artinya, kubu Agung tidak boleh mengambil kebijakan-kebijakan strategis. Pencalonan di pilkada sudah jelas masuk kategori kebijakan strategis.
"Sedang kubu Ical, karena memang dianggap tidak sah oleh menkumham, maka dia juga tidak bisa mengajukan calon di pilkada, kecuali nanti ada keputusan lain (yang mencabut SK menkumham yang mengesahkan kubu Agug, red). Dengan demikian, sebenarnya saat ini terjadi kevakuman di DPP Golkar," kata Jeiry.
BACA JUGA: Menteri Susi Berang, Thailand Bahagia di Atas Praktik Perbudakan
Jika kubu Agung tetap melakukan penjaringan bakal calon dan mengeluarkan SK penetapan calon, lanjut Jeiry, pasti akan digugat kubu Ical, karena putusan sela PTUN melarang Agung mengeluarkan kebijakan strategis. "Sedang jika kubu Ical mengeluarkan SK penetapan calon yang akan diusung di pilkada, itu juga tidak bisa karena kubu Agung lah yang disahkan menkumham," ulasnya lagi.
Diketahui, akhir Juli dimulai pendaftaran pasangan calon ke KPU Daerah. Jeiry yakin, hingga masa pendaftaran calon itu, putusan final mengenai keabsahan kepengurusan di Golkar, belum juga keluar.
Misal dalam waktu dekat menkumham mengajukan banding atas putusan sela PTUN dan sebelum akhir Juli keluar putusan tingkat banding, maka kubu Agung juga tidak akan diam. "Misal di tingkat banding Ical menang dan lantas menkumham mengeluarkan SK pengesahan kepengurusan DPP pimpinan Ical, pasti giliran kubu Agung yang akan menggugat SK menkumham itu. Jadi ini akan panjang," kata pria asal Manado itu.
Dia menjelaskan, aturan di UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang parpol, yang membatasi tenggat waktu masa persidangan, tidak berlaku untuk kasus ini. Pasalnya, ketentuan bahwa Pengadilan Negeri harus sudah mengeluarkan putusan dalam waktu 60 hari dan di MA 30 hari, hanya berlaku untuk sengketa kepengurusan parpol.
"Tapi ini sengketa kepengurusan partai sudah selesai, yang terjadi saat ini perkara antara kubu Ical dengan menkumham yang mengeluarkan SK pengesahan kubu Agung. Jadi, gugat-menggugat ini akan panjang," bebernya.
"Prediksi saya Golkar dan juga PPP tidak akan bisa ikut mengusung calon di pilkada," imbuhnya lagi.
Lebih lanjut dia mengemukakan aspek lain. Jeiry mengaku curiga, para anggota Fraksi Golkar dan Fraksi PPP di Komisi II DPR, pasti akan berupaya agar tahapan pilkada serentak ditunda. "Karena mereka pasti berhitung, jika tidak ditunda PPP dan Golkar tidak bisa ikut pilkada. Mereka akan bermain lewat regulasi-regulasi KPU yang dibahas bersama Komisi II DPR. Apalagi mereka membentuk panja," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aksi Mario, Dari Terpental Hingga Gagal Masuk ke Bandara Kualanamu
Redaktur : Tim Redaksi