Konflik Pakualaman Urusan Internal

Selasa, 04 September 2012 – 10:06 WIB
 JAKARTA - Konflik internal di lingkungan Pura Pakualaman berpotensi mengganggu penetapan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur Jogjakarta. Komisi II DPR menegaskan, konflik internal tersebut merupakan masalah yang harus diselesaikan Pakualaman. Jika konflik tidak segera diselesaikan, mungkin hanya Sultan sebagai gubernur yang akan dilantik lebih dulu.

"Kami sudah sepakat dalam UUK Jogja bahwa tidak akan masuk wilayah internal. Itu domain internal keraton yang harus diselesaikan sendiri," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja di gedung parlemen Senin (3/9).

Konflik di Pura Pakualaman terjadi setelah kelompok masyarakat Adikarta Kulonprogo mengukuhkan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Anglingkusumo menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam IX. Pelantikan Anglingkusumo praktis memunculkan dualisme kekuasaan di Pakualaman. Sebab, Pakualaman telah dipegang KPH Ambarkusumo sebagai KGPAA Paku Alam IX yang tak lain adalah saudara tiri KPH Anglingkusumo.

Menurut Hakam, penyelesaian internal merupakan amanat UUK Jogja. DPRD Provinsi Jogja yang mendapat mandat untuk melakukan verifikasi dan penetapan gubernur dan wakil gubernur hanya menunggu hasil yang sah berdasar keputusan paugeran keraton. "Paugeran mana yang sah, kami kembalikan kepada keraton," ujar Hakam.

Jika nanti konflik di Pakualaman tidak kunjung usai, tentu ada mekanisme lain sebagai antisipasi. Hakam menyatakan, jika seorang Paku Alam sebagai Wagub belum atau tidak memenuhi syarat atau belum ada yang bertakhta, gubernur diberi mandat menjalankan tugas Wagub. "Tapi, itu kemungkinan terburuk. Jadi, kemungkinan terburuk sesuai undang-undang, kalau konflik Pakualaman tidak selesai, hanya Sultan yang diusulkan," tegasnya.

Hari ini rombongan pemerintah pusat yang terdiri atas DPR dan Kemendagri berangkat ke Jogjakarta. Mereka akan menyerahkan secara langsung UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Jogjakarta kepada Sultan, Paku Alam, dan DPRD Jogjakarta.

"Kalau dari DPR, seluruh pimpinan komisi II berangkat. Ditambah dari masing-masing fraksi diwakili satu atau dua orang," ungkap Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo.

Mengapa sampai harus diantar beramai-ramai ke Jogjakarta" "Lho, ini UU keistimewaan. Jadi, perlakuannya juga harus istimewa," seloroh Ganjar lantas tertawa.

Dia menuturkan, untuk mengebut penuntasan RUUK Jogja, panitia kerja (panja) DPR sampai mengadakan rapat maraton pada 22"24 Agustus. Padahal, itu masih masuk cuti nasional pascalebaran.

Tidak hanya itu, ketika RUUK Jogja disahkan dalam sidang paripurna 30 Agustus, DPR sudah menyiapkan draf surat kepada presiden. Termasuk, permintaan nomor UU kepada Kemenkum HAM hingga pencantumannya dalam lembaran negara ke Sekretariat Negara. "Apa nggak istimewa itu?" canda Ganjar lagi. Faktanya, UUK Jogja langsung diteken presiden pada 31 Agustus.

Menurut dia, semua proses itu berjalan cepat mengingat batas waktu perpanjangan masa jabatan Sultan sebagai gubernur Jogjakarta berakhir pada 9 September. "Kepergian kami bersama pemerintah ini ditujukan untuk menjelaskan supaya semua tetap presisi," tegas politikus PDIP itu.

Ganjar mencontohkan, DPRD Jogja harus menyiapkan tatib penetapan gubernur dan wakil gubernur berikut dengan mekanisme verifikasi terhadap Sultan dan Paku Alam yang bertakhta. "Keraton, dalam hal ini Sultan sebagai raja, harus menyiapkan beberapa hal seperti dokumen," jelasnya.

Semua itu harus disiapkan keraton sebelum masuk ranah pemerintahan di DPRD. Untuk memastikan semua proses tersebut berjalan secara tepat (presisi), rombongan pemerintah pusat hadir langsung di Jogjakarta. "Waktunya sudah mepet sekali. Ini kurang beberapa hari sebelum masa jabatan gubernur habis," ujar Ganjar."(bay/pri/c5/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banjir, Warga Bongkar Jalan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler