Konflik SARA dan Haji jadi Catatan Kritis Bagi Kemenag

Jumat, 28 Desember 2012 – 00:02 WIB
JAKARTA - Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan dan sosial membuat catatan kritis tentang kinerja kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerjanya. Berada di peringkat pertama catatan kritis Komisi VIII DPR adalah Kementerian Agama.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Gondo Radityo Gambiro membeberkan, catatan kritis untuk Kemenag antara lain menyangkut persoalan kerukunan hidup beragama dan penyelenggaraan haji. Menurutnya, 2012 merupakan tahun yang menempatkan pembinaan dan dialog kerukunan antar-umat beragama tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Radityo mengungkapkan, sepanjang 2012 ini ada 315 konflik sosial. "104 di antaranya bermuatan SARA. Ini menunjukkan menurunnya tingkat toleransi beragama," kata Radityo saat menyampaikan Refleksi Akhir Tahun Komisi VIII DPR di Jakarta, Kamis (27/12).

Politisi Partai Demokrat itu menambahkan, kondisi itu harus bisa dieliminir pada tahun-tahun mendatang. Kemenag, sebutnya, harus lebih aktif dalam membangun dialog antar-umat beragama.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan keagamaan untuk meningkatkan ketaatan beragama dan budi pekerti yang baik. "Kita dorong upaya untuk menumbuhkan sikap toleransi dan pola pikir maupun sikap yang tidak eksklusif," cetusnya.

Sementara terkait penyelenggaraan haji, Radityo menyoroti belum optimalnya pelayanan Kemenag yang menimbulkan ketidakpuasan jamaah. Ditegaskannya, ada Dana Optimalisasi Haji di Kemenag yang bisa dikembalikan kepada calon jamaah haji.

Sayangnya, kata Radityo, selama ini yang muncul justru inefisiensi anggaran baik yang bersumber dari APBN maupun Dana Optimalisasi. "Dana Optimalisasi itu bisa dimaksimalkan untuk sepenuhnya dikembalikan kepada jamaah dalam bentuk subsidi sehingga meringankan calon jamaah haji," cetusnya.

Karenanya Radityo mengusulkan adanya pemisahan antara regulator dan operator dalam penyelenggaraan haji. "Solusinya tentu membentuk Badan Haji sebagai operator," cetusnya.

Radityo juga menyinggung keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang dibentuk sebagai amanah UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Menurutnya, sampai saat ini manfaat UU itu belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat  lantaran aturan pelaksana dalam bentuk Peraturan Presiden maupun Peraturan Pemerintah (PP) tak kunjung diterbitkan.

Padahal, sebut Radityo, ada potensi besar dari pengelolaan zakat. "Jika dioptimalkan, dana yang dikelola dari zakat bisa mencapai Rp 20 triliun per tahun," tegasnya.

Sementara untuk kinerja Kementerian Sosial (Kemensos), Radityo menyoroti lumpuhnya program yang harusnya dapat memperkuat ikatan sosial di antara kelompok masyarakat. Menurutnya, program-program Kemensos seperti Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Bantuan Rumah Layak Huni atau Program Keluarga Harapan (PKH) jangan hanya menonjolkan hal-hal fisik semata.

"Masyarakat juga perlu dibimbing untuk membentuk ikatan sosial. Jadi program juga harus disesuaikan dengan kebutuhan riil masyarakat. Artinya jangan mendikte dengan top down, tapi bottom up yang melibatkan partisipasi dan aspirasi masyarakat," cetusnya. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 2012, KPK Selamatkan Rp113,8 Miliar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler