JPNN.com

Kongkalikong demi Kredit Fiktif dari BRI, Eks Juru Bayar Kostrad Didakwa Korupsi

Jumat, 14 Februari 2025 – 06:24 WIB
Kongkalikong demi Kredit Fiktif dari BRI, Eks Juru Bayar Kostrad Didakwa Korupsi - JPNN.com
Terdakwa kredit fiktif Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono menjalani sidang perdana beragendakan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/2). Mantan Bintara Urusan Pembayaran (Bauryar) Seksi Tata Usaha Urusan Dalam (Situud) pada Satuan Pembekalan dan Angkutan (Bekang) Kostrad itu merupakan terdakwa korupsi kredit fiktif BRIguna BRI yang merugikan negara hingga Rp 64,9 miliar. Foto : Ricardo

jpnn.com - Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono mulai menduduki kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (13/2/2024).

Mantan Bintara Urusan Pembayaran (Bauryar) Seksi Tata Usaha Urusan Dalam (Situud) Satuan Pembekalan dan Angkutan (Bekang) Kostrad Cibinong, itu merupakan terdakwa korupsi kredit fiktif BRIguna Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang merugikan negara hingga Rp 64,9 miliar.

BACA JUGA: BRI Ambil Langkah Tegas Ungkap Kasus Kredit Fiktif Rp 55 Miliar, Pelaku Sudah Diproses Hukum

Terdakwa kredit fiktif Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono menjalani sidang perdana beragendakan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/2). Mantan Bintara Urusan Pembayaran (Bauryar) Seksi Tata Usaha Urusan Dalam (Situud) pada Satuan Pembekalan dan Angkutan (Bekang) Kostrad itu merupakan terdakwa korupsi kredit fiktif BRIguna BRI yang merugikan negara hingga Rp 64,9 miliar.Terdakwa kredit fiktif Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono menjalani sidang perdana beragendakan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/2). Mantan Bintara Urusan Pembayaran (Bauryar) Seksi Tata Usaha Urusan Dalam (Situud) pada Satuan Pembekalan dan Angkutan (Bekang) Kostrad itu merupakan terdakwa korupsi kredit fiktif BRIguna BRI yang merugikan negara hingga Rp 64,9 miliar.

Ada dua surat dakwaan terhadap Dwi Singgih. Satu surat dakwaan mendakwanya melakukan korupsi bersama-sama terdakwa lain, yakni Nadia Sukmara, Rudi Hotma, Heru Susanto.

BACA JUGA: Kapolda Sumut Bantu Pengobatan Bocah Perempuan Korban Penganiayaan di Nias Selatan

Satunya lagi ialah surat dakwaan terhadap Dwi Singgih bersama dua terdakwa lain, yaitu OH Purwoko dan M Kusmayadi.

Jaksa penuntut umum dari Kejaksaksaan Agung (Kejagung) menyatakan Dwi Singgih memalsukan dokumen untuk mengajukan permohonan kredit ke BRI. Selama kurun waktu 2016 hingga 2023, tentara dengan NRP 638417 itu melakukan kongkalikong demi memperoleh kredit BRIguna.

BACA JUGA: Eks Staf Ahli DPD yang Laporkan Senator RAA ke KPK Merasa Diintervensi

Dengan menggandeng pihak lain termasuk dari pegawai BRI, Dwi Singgih mengajukan 258 permohonan kredit menggunakan dokumen palsu.

JPU Juli Isnur memerinci Dwi Singgih menyuruh Dadang Maskumambang, Tatang Maskumambang, Erwin, Hafid Helmi Fakhri, Hendrik Sugianto, dan Abdul Muis mencari serta mengumpulkan kartu tanda penduduk (KTP) untuk membuat permohonan kredit.

Setelah KTP terkumpul, Dwi Singgih berkomplot dengan Maman dan Sutrisno untuk memalsukan data persyaratan pengajuan permohonan kredit.

Selain KTP, dokumen untuk data pengajuan kredit itu juga berupa kartu tanda anggota (KTA) TNI, NPWP, kartu tanda peserta ASABRI, petikan keputusan KSAD tentang pengangkatan dan penetapan gaji pokok serta penempatan dalam jabatan (pengangkatan pertama), surat pernyataan berutang, surat pernyataan kesanggupan bayar, surat kuasa potong gaji, surat kuasa debet rekening, dan surat rekomendasi atasan.

"Seolah-olah data tersebut milik anggota TNI yang bertugas di Bekang Kostrad Cibinong, Kabupaten Bogor, sebagai pemohon kredit," ujar JPU Juli Isnur membacakan surat dakwaan.

Lebih lanjut JPU mengungkapkan Dwi Singgih membayar Rp 500 ribu untuk setiap dokumen palsu itu kepada Maman dan Sutrisno.  Syahdan, dokumen itu diajukan ke BRI Cabang Tanah Abang dan BRI Cabang Cut Mutiah, dan Unit Menteng Kecil, Jakarta Pusat.

Untuk memperlancar pengurusan permohonan kredit dengan dokumen palsu itu, Pelda Dwi Singgih memberikan pelicin kepada pegawai BRI. Warga Klapanunggal, Kabupaten Bogor, tersebut menyediakan uang antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu untuk diberikan kepada pegawai BRI yang bertugas memverifikasi dokumen permohonan kredit.

Pelicin itu dimaksudkan agar pegawai BRI yang memverifikasi dokumen menyatakan data pemohon kredit sudah benar tanpa harus melalui pemeriksaan fisik di lapangan (on the spot).

Selanjutnya, pegawai BRI yang bertugas memverifikasi itu meneruskan dokumen permohonan kredit fiktif tersebut kepada atasan.

Untuk memuluskan proses itu, Pelda Dwi Singgih menyediakan dana Rp 500 ribu per dokumen untuk diberikan kepada pejabat BRI yang bertugas memutuskan kredit. Proposal dengan dokumen fiktif itu pun disetujui dan dinyatakan tidak akan menjadi kredit bermasalah di kemudian hari.

Akhirnya proposal kredit tersebut disetujui dan dananya dicairkan. Namun, Dwi Singgih sudah menguasai kartu ATM beserta buku rekeningnya.

"Terdakwa Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono mengelola dan menggunakan seluruh uang yang berada di dalam rekening untuk kepentingannya sendiri," ucap JPU pada persidangan oleh majelis hakim yang dipimpin Suparman Nyompa itu.

Oleh karena itu, JPU juga mendakwa sejumlah pihak lain termasuk pegawai BRI, yakni Nadia Sukmara, Rudi Hotma, Heru Susanto, OH Purwoko, dan M Kusmayadi.

Dakwaan itu juga menyeret pegawai BRI lainnya yang masih berstatus saksi, yaitu Helmy Saputro, Casmana, Heryanto Tambunan, Ferdiantes, Isman Adriana, Arrahmad Jaelani, Asep Nurdin, Ade Syahrin, dan (alm) Kunt Suhardo terlibat dalam perkara itu.

JPU juga mengutip temuan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tentang kerugian negara akibat perbuatan Dwi Singgih. BPKP mengeluarkan dua Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHAPKKN) untuk perkara itu.

Dalam surat dakwaan pertama disebutkan bahwa kerugian keuangan negara akibat perbuatan lancung itu mencapai Rp 57,048 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 56 miliar dipakai oleh Dwi Singgih.

Adapun dalam surat dakwaan lainnya, kerugian keuangan negaranya mencapai Rp 7,955 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 7,893 miliar mengalir ke Dwi Singgih.

JPU mengajukan dakwaan primer dan subsider kepada Dwi Singgih dkk. Dakwaan primernya adalah perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Syahdan, dakwaan subsidernya ialah perbuatan Dwi Singgih dkk. melanggar Pasal 3 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Para terdakwa perkara itu mengaku sudah memahami dakwaan dari JPU. Namun, hanya Dwi Singgih yang mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

Oleh karena itu, satu persidangan akan dilanjutkan pada Kamis (20/22025) dengan agenda pemeriksaan perkara.

"Kepada JPU agar menghadirkan saksi-saksi untuk persidangan selanjutnya,” ujar Suparman Nyompa yang didampingi dua hakim anggota majelis, yakni Kolonel Chk Asril Siagian dan Maryanto.(antara/ric/jpnn.com)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler