jpnn.com, SINGAPURA - Kabar miring menerpa TNI Angkatan Laut. Kantor berita Reuters mengabarkan para pengusaha perkapalan mancanegara membayar oknum perwira TNI AL yang telah menahan kapal mereka.
Kapal-kapal yang ditahan itu dituduh berlabuh secara ilegal di perairan Indonesia yang berbatasan dengan Singapura.
BACA JUGA: Serbuan dan Gerakan TNI AL Ini Membanggakan, Simak
Pemberitaan Reuters itu bersumber pada pengakuan itu dari belasan narasumber, antara lain, pemilik kapal, kru, dan keamanan maritim. Para narasumber itu mengaku terlibat dalam proses pembayaran untuk pelepasan kapal yang ditahan TNI AL.
Uang yang harus dibayarkan para pemilik kapal mencapai kisaran USD 250 ribu hingga USD 300 ribu. Angka itu hanya untuk satu kapal.
BACA JUGA: Simulasikan Dabo Direbut Musuh, TNI AL Gelar Operasi Amfibi, 4 KRI Jaga Natuna
Adapun pembayarannya melalui transfer kepada pihak yang menjadi perantara. Menurut Reuters, perantara itu mengaku sebagai perwakilan perwira TNI AL.
Hanya saja, Reuters belum memastikan pihak akhir yang menerima pembayaran itu, apakah memang uangnya sampai ke perwira TNI AL.
BACA JUGA: Pemilik Kapal Asing Mengaku Setor Miliaran Rupiah kepada Angkatan Laut Indonesia
Namun, dua pemilik kapal menyatakan membayar uang tebusan lebih murah ketimbang menanggung risiko kehilangan pendapatan jika kargo berharga tidak segera sampai pelabuhan tujuan. Sebab, mereka mengkhawatirkan proses hukum kapal mereka di pengadilan Indonesia akan memakan waktu lama.
Pengakuan lain disampaikan dua anak buah kapal (ABK) yang berurusan dengan personel TNI AL. Dua tentara bersenjata menggiring kapal mereka dengan kapal perang menuju pangkalan TNI AL di Batam atau Bintan yang terletak di sebelah selatan Singapura.
Sering kali kapten kapal atau ABK ditahan di ruangan sempit yang panas selama berhari-hari, bahkan sampai berminggu-minggu. Dua ABK yang ditahan mengaku dilepaskan setelah pemilik kapal menyerahkan uang secara tunai maupun melalui transfer ke perantara.
Salah satu narasumber Reuters untuk berita itu ialah pengacara kemaritiman yang berkantor di London, Stephen Askins. Dia merupakan penasihat bagi pengusaha yang kapalnya ditahan di Indonesia.
Menurut Atkins, angkatan laut memang berhak melindungi wilayah perairan negeri masing-masing. Namun, jika angkatan laut menahan kapal asing, seharusnya kasusnya bergulir ke pengadilan.
"Dalam sebuah situasi di mana angkatan laut Indonesia menahan kapal-kapal dengan maksud memeras, sulit untuk melihat penahanan seperti itu sah secara hukum," ujarnya.
Namun, Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) I Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah membantah hal itu.
“Tidak benar TNI AL menerima atau meminta pembayaran untuk melepaskan kapal,” ujar Arsyad melalui jawaban tertulis untuk merespons pertanyaan Reuters.
Menurutnya, memang dalam tiga bulan terakhir ini terdapat peningkatan jumlah kapal yang ditahan. Kapal-kapal itu kedapatan berlabuh tanpa izin di perairan Indonesia, menyimpang dari rute pelayaran, maupun berhenti di tengah pelayaran dengan alasan tak wajar.
Arsyad menegaskan penahanan yang dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangan di Indonesia. Menurutnya, TNI AL juga tidak menahan ABK.
"Selama proses hukum, semua ABK tetap di kapal mereka, kecuali untuk pemeriksaan di pangkalan angkatan laut. Setelah pemeriksaan, mereka dikembalikan ke kapal," katanya.
Selat Singapura merupakan salah satu perairan tersibuk di dunia. Perairan di sebelah utara Pulau Batam dan Bintan itu dipenuhi kapal-kapal yang mengantre selama berhari-hari bahkan sampai mingguan untuk berlabuh di Singapura.
Pada masa pandemi Covid-19, tulis REUTERS, antrean kapal yang hendak berlabuh di Singapura pun memanjang.
Sumber Reuters mengungkapkan sekitar 30 kapal, termasuk tanker, kapal kargo, dan pipeline layer ditahan oleh TNI AL pada periode tiga bulan terakhir ini.(Reuters/jpnn)
Redaktur & Reporter : Antoni