jpnn.com, JAKARTA - Puluhan organisasi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersepakat untuk melakukan mogok nasional selama tiga hari guna menolak RAncangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, kesepakatan menggelar mogok nasional guna menolak RUU yang juga dikenal dengan sebutan Omnibus Law itu diputuskan dalam rapat bersama di Jakarta, Minggu (27/8).
BACA JUGA: RUU Omnibus Law Cipta Kerja: 2 Hal Penting Disepakati, Buruh Wajib Tahu
Said menjelaskan, rapat itu dihadiri pimpinan KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena (AGN), serta perwakilan 32 federasi serikat pekerja, termasuk Aliansi Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) yang beranggotakan 17 federasi.
“Dalam mogok nasional nanti kami akan menghentikan proses produksi. Di mana para buruh akan keluar dari lokasi produksi dan berkumpul di lokasi yang ditentukan masing-masing serikat pekerja di tingkat perusahaan,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/9).
BACA JUGA: Di Sekolah Partai PDIP, Hasto Bahas Komitmen Hingga RUU Cipta Kerja
Mantan calon legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu memerinci, para pekserja akan melakukan aksi mogok nasional selama tiga hari mulai 6 Oktober 2020.
Adapun hari terakhir mogok nasional pada 8 Oktober 2020 atau bersamaan dengan sidang paripurna di DPR yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU Cipta Kerja.
BACA JUGA: Said Iqbal: RUU Cipta Kerja Tak Sesuai Harapan Jokowi
Said menegaskan bahwa para pekerja akan melakukan mogok nasional secara konstitusional, tertib dan damai. Dasar hukum aksi mogok itu ialah UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Para buruh tentu akan mengikuti prosedur dari dua undang-undang tersebut,” lanjutnya.
Said mengklaim aksi mogok nasional itu akan diikuti sekitar lima juta buruh dari ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten/kota.
Menurut Said, RUU Cipta Kerja lebih menguntungkan pengusaha. Misalnya, penggunaan buruh kontrak dan alih daya (outsourcing) pada semua jenis pekerjaan tanpa batas waktu.
Para buruh juga mengkhawatirkan soal pengurangan nilai pesangon. Menurut Said, hendaknya perlindungan minimal bagi kaum buruh di UU Ketenagakerjaan tidak dikurangi.
"Faktanya Omnibus Law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting,” kata Said Iqbal.
Sebelum melakukan mogok nasional, kata Said, para buruh juga berencana melakukan aksi unjuk rasa setiap hari mulai tanggal 29 September hingga 8 Oktober 2020.
"Selain itu, bersama dengan elemen yang lain, buruh juga akan melakukan aksi nasional serentak di seluruh Indonesia yang direncanakan tanggal 1 Oktober dan 8 Oktober," ujarnya.
Said menyatakan, aksi unjuk rasa para buruh itu akan digelar di depan Istana Negara, kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan DPR RI.
Adapun aksi buruh di daerah akan dipusatkan di kantor gubernur atau DPRD setempat.
"Ketika aksi-aksi yang kami lakukan tidak ditanggapi, puncaknya kami akan melakukan mogok nasional yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia sebagaimana kami jelaskan di atas,” pungkas Said. (mcr2/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Rizki Sandi Saputra