Konsep Pengurangan Risiko Dinilai Ampuh Atasi Penyakit Tidak Menular

Selasa, 11 Februari 2020 – 12:29 WIB
Ilustrasi pemeriksaan jantung (ANTARA/Pixabay)

jpnn.com, JAKARTA - Konsep pengurangan risiko tengah didorong sebagai salah satu solusi tambahan untuk mengurangi masalah penyakit tidak menular.

Langkah ini dilakukan untuk melengkapi upaya yang selama ini sudah dijalankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah dari berbagai negara.

BACA JUGA: Rokok Elektrik Lebih Aman Daripada Konvensional

Hal ini dibahas oleh para peneliti, dokter, ilmuwan, dan berbagai pemangku kepentingan dari seluruh dunia dalam International Conference on Harm Reduction in Non-Communicable Diseases di Paris, Prancis pada 2-3 Februari 2020.

Ahli Toksikologi dari Universitas Airlangga, Shoi’m Hidayat memaparkan cara mengurangi risiko penyakit tidak menular yang menjadi pembahasan kunci dalam konferensi tersebut.

BACA JUGA: Harga Rokok Elektrik Mahal, Konsumen Enggan Tinggalkan Kebiasaan Merokok?

“Sekarang yang perlu dicari jalan keluarnya adalah bagaimana menurunkan risiko terkait penyakit tidak menular ini. Perlu diketahui juga kalau penyakit tidak menular lazimnya bersifat kronik, bukan akut,” kata Shoi'm.

Berdasarkan laporan WHO pada 2018, penyakit tidak menular membunuh 41 juta orang setiap tahunnya atau setara 71 persen dari semua kematian secara global.

BACA JUGA: Muncul Memar di Kulit? Waspadai 9 Risiko Penyakit Berikut

Adapun yang termasuk jenis penyakit tidak menular adalah penyakit kardiovaskular (serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (penyakit paru obstruktif kronis dan asma), dan diabetes.

“Dulu, banyak penderita penyakit menular yang menyebabkan kematian, terutama di Indonesia. Sekarang, karena bergesernya gaya hidup, yang jadi problem adalah penyakit tidak menular,” tegas Sho’im.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, penyakit tidak menular, seperti kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi mengalami kenaikan dibandingkan pada 2013.

Prevalensi kanker naik dari 1,4 persen menjadi 1,8 persen dan prevalensi stroke menjadi 10,9 persen dari 7 persen. Penyakit ginjal kronik naik 2 persen menjadi 3,8 persen. Diabetes melitus naik dari 6,9 persen menjadi 8,5 persen serta hipertensi naik dari 25,8 persen menjadi 31,4 persen.

Pakar Kesehatan dari Polandia, Andrzej M. Fal, dalam konferensi tersebut menjelaskan bahwa penyakit tidak menular menciptakan ancaman besar bagi perekonomian negara, yaitu peningkatan biaya perawatan pasien dan peningkatan rasio ketergantungan.

Terkait hal tersebut, Sho’im menyarankan pemerintah Indonesia untuk mulai menerapkan konsep pengurangan risiko dalam upaya mempercepat tercapainya target pengurangan angka penyakit tidak menular.

Sebagai contoh, untuk menurunkan angka penderita kanker paru yang disebabkan oleh rokok, pemerintah dapat mendorong penggunaan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, yang memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok.

“Produk tembakau alternatif memiliki kandungan risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok. Rokok itu menghasilkan zat kimia berbahaya yang bersifat karsinogenik, yang dapat menyebabkan kanker dan gangguan jantung," jelasnya

"Saya berharap perokok dewasa yang masih mau terus menggunakan tembakau dapat beralih ke produk tembakau alternatif karena produk tersebut memiliki kadar zat kimia yang lebih rendah, sehingga risikonya juga lebih rendah,” tegas Sho’im.

Sejumlah negara seperti Inggris, Prancis, Polandia, dan Rusia mendukung penggunaan produk tembakau alternatif sebagai pengganti rokok untuk mengurangi angka penyakit tidak menular. Bahkan, Uni Eropa dan Britania Raya telah memiliki regulasi khusus bagi produk tersebut.

“Ini artinya beberapa negara sudah mulai peduli dengan masalah tersebut. Jadi ada semangat untuk menurunkan risiko terhadap penyakit tidak menular melalui inovasi-inovasi produk yang lebih rendah risiko seperti produk tembakau alternatif,” jelas Sho’im.

Laura Rosen, Profesor dari Departemen Promosi Kesehatan, Sekolah Kesehatan Masyarakat, Tel Aviv, juga memaparkan bahwa terdapat sejumlah keuntungan dari penggunaan produk tembakau alternatif bagi perokok dewasa yang ingin mengurangi risiko kesehatan dari rokok, terutama jika dilakukan dengan terapi dukungan perilaku.

“Hasil kajiannya menunjukkan keuntungan berupa tingkat kesuksesan untuk berhenti merokok dengan produk tembakau alternatif lebih tinggi daripada obat-obatan terapi pengganti nikotin," tutup Laura.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler