"Munculnya usulan agar Ormas dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Ormas Berbasis Anggota dan Tidak Berbasis Anggota, secara tidak langsung mencerminkan konsep keberadaan yayasan dan perkumpulan. Dua bentuk organisasi yang diakui kerangka hukumnya," kata Ronald, Rabu (4/7).
Dijelaskan, yayasan bukan berbasiskan anggota melainkan modal atau aset, sedangkan perkumpulan adalah berdasarkan keanggotaan. Menurut Ronald, pembagian ini lebih tepat dan relevan, bukan ormas yang tidak lebih dari sebuah konsep (term) wadah tunggal pengendalian kehidupan sosial kemasyarakatan versi orde baru. "Dengan demikian, menempatkan pembagian ormas ke dalam dua jenis pembedaan tersebut sebenarnya sudah keliru. Justru yang seharusnya diatur adalah yayasan dan perkumpulan," tegasnya.
Ronald menjelaskan, kerancuan juga muncul pada pasal 8 tentang pendirian ormas. Pemerintah mengusulkan agar ormas dapat didirikan oleh orang perorangan atau badan hukum. "Jelas, sebenarnya usulan ini lagi-lagi mencerminkan konsep organisasi yang berbentuk yayasan dan perkumpulan. Menghadirkan lagi ketentuan tentang ormas, yang bermaksud memayungi jenis organisasi termasuk yayasan dan perkumpulan akan menimbulkan birokratisasi," ujarnya.
Dijelaskan juga, saat membahas persyaratan mendirikan perkumpulan, pemerintah bahkan mengusulkan agar ormas yang akan mendapatkan pengesahan badan hukum perkumpulan, wajib memiliki Surat Keterangan TerdaftaR (SKT).
"Inilah bukti birokratisasi dimaksud. Para pihak harus berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemda untuk mendapatkan SKT, baru kemudian Kementerian Hukum dan HAM untuk legalisasi permohonan badan hukum. Suatu proses yang bisa dibuat ringkas satu atap, malah akhirnya dibuat jalur terpisah," pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Batal Beli dari Belanda, RI Borong Leopard Jerman
Redaktur : Tim Redaksi