KontraS: Polisi Masih Pakai Penyiksaan

Senin, 13 Januari 2014 – 05:43 WIB

jpnn.com - JAKARTA -  LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut aparat kepolisian masih menggunakan metode-metode penyiksaan untuk mendapatkan pengakuan tahanannya. Hal tersebut juga digunakan polisi untuk merekayasa kasus agar tampak meyakinkan.

Kepala Divisi Advokasi dan HAM Kontras Yati Andriyani mengatakan bahwa bahwa kewenangan penegak hukum yang dimiliki oleh polisi sering dijadikan alat yang mudah dan ampuh untuk menarget atau menjadikan seseorang sebagai pesakitan di mata hukum. "Ada banyak petunjuk dan keterangan korban bahwa proses hukum di kepolisian tidak dilakukan secara profesional, dimana ada praktek penyiksaan," kata Yati di kantor Kontras Jakarta Pusat, Minggu (12/1).

BACA JUGA: Busyro Masih Jadi Favorit

Dalam catatan pengaduan yang diterima oleh Kontras sepanjang tahun 2013 hingga awal Januari 2014, Kontras menerima 9 kasus penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Dari jumlah kasus tersebut, jumlah korban sebanyak 16 orang, 3 orang di antaranya meninggal dunia.
      
Selain itu, Yati menjelaskan bahwa berdasarkan hasil monitoring dan pengaduan yang diterima pihaknya, Kontras menemukan sejumlah kasus yang direkayasa. Di antaranya adalah kasus perdata seperti hutang piutang yang direkayasa menjadi kasus penipuan atau penggelapan.

Ada juga kasus sengketa tanah antara masyarakat dengan perusahaan diubah menjadi kasus pengrusakan atau penyerobotan. "Kami meminta polri dan jajaran penegak hukum lainnya untuk segera mengambil tindakan yang signifikan dan progressif untuk mencegah dan memulihkan kasus-kasus yang direkayasa," ujar Yati.

BACA JUGA: Pendukung Hatta Mulai Sosialisasi

Pendapatnya tersebut juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung (MA) baik di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK) yang terdapat banyak kejanggalan dari kasus-kasus yang disorot Kontras. "Penyidikan masih mengandalkan pengakuan korban atau pelaku dengan cara-cara penyiksaan dan penyalahgunaan diskresi," terang dia.

Lebih jauh, Yeti mengungkapkan bahwa latar belakang ekonomi juga menjadi bagian penentu potensi terjadinya rekayasa kasus atau kriminalisasi terhadap seseorang. "Punya uang cukup dan punya akses kekuasaan, justru menjadi kelas yang dilayani oleh penegak hukum," pungkasnya. (dod)

BACA JUGA: Hujan Lebat Diprediksi Terjadi Hingga Sepekan ke Depan

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dicurigai Berhubungan Desain Penundaan Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler