jpnn.com - JAKARTA - Mekanisme penjaringan calon presiden yang dilakukan Partai Demokrat terus mendapat sorotan. Model konvensi dianggap basa-basi.
Menurut Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, konvensi sudah terlebih dahulu dikunci dengan ketentuan harus berpatokan kepada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Demokrat. Artinya, pelaksanaan konvensi harus berpatokan kepada Pasal 13 ayat 5 AD/ART.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Bersyukur Punya Istri Pengertian
"Pasal itu menyatakan bahwa kewenangan menetapkan calon presiden Partai Demokrat tetap berada di tangan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang dalam hal ini sekaligus sebagai dijabat ketua umum partai yakni Susilo Bambang Yudhoyono," ujar Ray di Jakarta, Selasa (13/8).
Karena ketentuan itu tak diubah, sambungnya, maka menurutnya proses konvensi hanya sekedar pernak-pernik, sekedar agar terlihat ada upaya demokratis dalam memilih calon presiden.
BACA JUGA: Ketua MPR Sarankan Indonesia Belajar Soal KB ke Tiongkok
"Dengan tetap tidak menghapus ketentuan Pasal 15 ayat (3) AD/ART dan faktanya ketua umum dan ketua majelis tinggi adalah orang yang sama, sudah lebih dari cukup memberi isyarat bahwa pencapaian subtansi demokrasinya sangat lemah. Sekalipun dinyatakan secara lisan bahwa ketua majelis tinggi tidak akan memveto hasil konvensi, tapi hal itu tidak menjadi jaminan akan terlaksana," ucapnya.
Pernyataan itu lanjut Ray, dapat terlihat serius jika ditindaklanjuti dalam bentuk pernyataan bersama secara tertulis dan dijadikan sebagai bagian dari peraturan konvensi. "Pernyataan ini ditandatangani baik oleh ketua majelis tinggi yang sekaligus ketua umum, ketua komite konvensi dan beserta sekjen partai dan wakil ketua komite," tuturnya.
BACA JUGA: Dahlan Iskan Temui Wanita yang Mengaku Istrinya
Ray menambahkan, ketentuan pendaftaran yang semi terbuka juga mengurangi bobot konvensi. Pesertanya yang hanya bersifat undangan, memberi sinyal kompetisi setengah hati.
"Undangan itu sendiri sudah menyiratkan adanya kompetisi yang terdegradasi," ucap Ray. Maksudnya, sejak awal sudah ditentukan oleh petinggi Demokrat, siapa yang layak dan tidak layak diundang.
Dijelaskannya, metode penetapan capres hasil konvensi melalui hasil survey juga menjadikan spirit konvensi menjadi semata ajang pertaruhan popularitas dan citra. Cara itu akan menggiring para kandidat capres untuk berlomba-lomba mempopulerkan diri.
"Dengan sebanyak-banyaknya tampil di publik, menggenjot popularitas dengan iklan dan memobilisasi citra menjadi keniscayaan. Hal ini dapat mengaburkan tujuan pencarian kandidat capres dengan visi Indonesia yang maju, bersih dan sejahtera," ucapnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus Gerindra Tantang SBY Pimpin Perang Melawan Narkoba
Redaktur : Tim Redaksi