jpnn.com - JAKARTA - Putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang dibacakan pada Selasa (7/11) menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
MKMK menyatakan paman Gibran Rakabuming itu telah melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama.
BACA JUGA: Inilah Pendapat Sejumlah Guru Besar soal Putusan MKMK, Gamblang
Anwar Usman dijatuhi sanksi diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 hakim konstitusi lainnya disanksi teguran lisan.
Sehubungan dengan Putusan MKMK tersebut, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menyampaikan beberapa hal, sebagai berikut;
BACA JUGA: Mahfud MD Blak-blakan Bilang Putusan MKMK di Luar Ekspektasinya
1. Sanksi untuk Paman Gibran Tidak Begitu Berat
Jeirry Sumampow menilai, sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK yang diberikan kepada Anwar Usman, agaknya tidak begitu tepat.
“Dalam hal ini saya sependapat dengan dissenting opinion dari Prof. Bintan Saragih, anggota MKMK. Mengingat MKMK menemukan terjadinya pelanggaran berat, maka sanksi yang tepat adalah pemberhentian dari keanggotaan Hakim MK,” kata Jeirry dalam keterangannya kepada JPNN.com, Kamis (9/11).
BACA JUGA: Cucu Bung Karno Setuju Prabowo-Gibran Disebut Pasangan Neo-Orba
2. Paman Gibran Masih di Sana
Menurut Jeirry, selain menilai perilaku Hakim MK, MKMK juga dimaksudkan untuk mengembalikan kehormatan dan kewibawaan MK yang tercoreng karena perilaku tidak etis Ketua MK.
Dia menilai bahwa sanksi yang diberikan kepada Anwar Usman tidak akan bisa memulihkan kehormatan dan kewibawaan MK.
“Sebab Ketua MK yang telah divonis melakukan pelanggaran etik berat masih saja tetap berada di sana meski dilarang mengikuti mengadili sidang terkait kasus tersebut.”
“Agak sulit bagi publik untuk percaya lagi kepada MK ke depan. Sebab masih ada kemungkinan yang bersangkutan mempengaruhi proses sidang dan putusan lain ke depan sebagaimana yang terjadi dalam kasus syarat usia tersebut,” kata pria yang konsisten mengamati masalah kepemiluan itu.
3. Kebenaran Menemukan Jalannya Sendiri
Alasan MKMK bahwa jika diberhentikan maka ada kemungkinan yang bersangkutan akan melakukan banding, kata Jeirry, mestinya tidak jadi pertimbangan penting putusan.
“Saya berpendapat bahwa biarkan saja yang bersangkutan melakukan banding jika merasa kurang puas dengan sanksi yang diberikan, itu adalah hak beliau sesuai aturan yang berlaku. Nanti proses banding yang akan menentukan apakah putusan MKMK ini sudah tepat atau tidak. Katanya, kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri.”
4. Sebaiknya Anwar Usman Mengundurkan Diri
Jeirry mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari MK.
“Dalam kerangka pikir seperti itu dan demi menyelamatkan kehormatan dan kewibawaan serta kepercayaan publik terhadap MK, maka sebaiknya Bapak Anwar Usman mengundurkan diri dari keanggotaan Hakim MK yang terhormat.”
5. Pencalonan Gibran Cacat Moral
Jeirry mengatakan, meski putusan MKMK tidak bisa membatalkan Putusan MK Nomor 90, tetapi fakta bahwa terjadi pelanggaran etik berat merupakan soal yang sangat serius.
Putusan MKMK ini, lanjut Jeirry, secara langsung menunjukkan kepada publik bahwa dalam proses pengambilan Putusan 90 tersebut terjadi tindakan yang tidak benar dan tidak terpuji, terjadi pelanggaran etik berat.
Menurut Jeirry, ada "persekongkolan jahat" antara beberapa Hakim MK dalam memutuskan kasus tersebut. Dengan demikian, maka Putusan 90 itu cacat secara etik.
“Dan dengan demikian maka pencalonan Gibran Rakabumi Raka, juga tidak etis atau cacat moral karena persyaratan terkait usia diambil lewat sebuah proses pengadilan yang tak bermoral dan beretika. Akibatnya, ada masalah etik moral yang sangat serius terkait dengan pencalonan Gibran Rakabumi Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Prabowo Subianto. Jadi secara etik moral pencalonan Gibran Rakabumi Raka mestinya batal,” pungkas Jeirry Sumampow. (sam/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu