"Bencana sering kali membuat panik, karena sifatnya mendadak dan berakibat pada penanganan kurang tepat, kurang cepat, dan kurang akurat, ” ujar Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf Aljufri di Blongkeng, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (5/5).
Tidak hanya bencana alam, bencana sosial yang tidak kalah dahsyat mengancam. Bencana sosial, terjadi sebagai interaksi kerentanan sosial, baik fisik maupun psikologis dalam komunitas masyarakat. Hal itu terjadi, karena perbedaan pendapat, suku ras, agama dan antargolongan (SARA).
Menurut Mensos, perubahan sosial politik, ekonomi, sentralisasi dan atau otonomi daerah, menjadi persoalan domestik yang ditandai konflik sosial baik vertikal maupun horisontal di Indonesia. “Konflik sosial, bisa terjadi karena pertentangan kepentingan politik, ekonomi dan budaya, ” tandasnya dalam rilis yang diterima INDOPOS (Grup JPNN).
Acara ini, patut dijadikan media komunikasi membangun komitmen dalam pencapaian penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Khususnya, komitmen media massa melalui CSR bersama Kemensos terkait penanganan bencana.
Permasalahan sosial, kata Mensos, berkembang dinamis dan memiliki karakteristik beragam serta banyak yang luput dari perhatian. Publik menuntut agar pemerintah proaktif terhadap munculnya berbagai masalah sosial, sedangkan kepedulian daerah belum optimal karena menganggap bukan pekerjaan prioritas. "Masyarakat dan Dinas Sosial masih beranggapan, masalah sosial selalu dikaitkan dengan tanggung jawab Kemensos, ” tandasnya.
Ke depan, penanganan sosial terutama bersifat tidak terduga harus sistematis. Sistemik dari kajian dan telaah, pengerahan tenaga terlatih dan bisa bekerja, otoritas penanganan, serta langkah-langkah intervensi penanganan. Jika berjalan lancar, bisa menjadi alat pencitraan eksistensi kelembagaan dan Kemensos.
Tentu saja, hal ini menjadi tantangan dan bisa juga ancaman, jika tidak siap dengan perubahan, termasuk konsistensi alur program, kepatuhan, ketaatan dan kompetensi tenaga instruktur. Untuk itu, dibutuhkan saling tukar pikiran, pengalaman, dan keilmuan yang bisa menjadi alat bantu menyusun langkah-langkah aksi di bidang kesejahteraan sosial.
"Tugas dan fungsi Kemensos dan perangkat fungsional di daerah, harus peka atas kejadian-kejadian yang sifatnya kedaruratan, muncul tiba-tiba, dan mungkin tidak terprogram, ” ucapnya.
Saat ini, segala potensi dan kemampuan telah berhasil mengatasi berbagai kondisi tidak terduga, misalnya, lansia terlantar, anak terpisah dari orang tua, keluarga terpisah karena bencana. Juga, program bedah kampung pada hakikatnya merupakan kesetiakawanan sosial, membangun rasa peduli dan berbagi. Media ini bisa dijadikan sebagai salah satu upaya memotong mata rantai kemiskinan.
Bantuan kendaraan penanggulangan bencana, sebagai penunjang kecepatan, ketepatan penanganan dan dukungan bagi Tim Reaksi Cepat (TRC). Patut dibanggakan, kerja tim yang bisa digerakkan setiap saat untuk menyikapi persoalan-persoalan kebencanaan. “Kami apresiasi kerja TRC di Kemensos, Dinas Sosial, Panti, Balai dalam berbagai perisitwa, ” tandasnya.
"Penghargaan dan apresiasi kami berikan kepada ahli waris Tagana yang gugur menjalankan tugas kemanusiaan, saat terjadi erupsi Merapi pada 2010," ujarnya.
Para Ahli Waris mendapatkan santunan berupa uang di antaranya Ny Mujinem istri (alm) Slamet Ngatiran dan anaknya Melani LNR Rp 4.000.000; Ny Ririn Widyawati istri (alm) Jupri dan anaknya Fauzi Arif M. Rp 4.000.000; Wastari, orang tua (alm) Samiyo Rp 3.000.000; Ny Darwati istri (alm) Ariyanto dan anaknya Wahyu Iman R. Rp 4.000.000; serta Slamet paman (alm) Supriyadi Rp 3.000.000.“Total bantuan Rp 18.000.000 diserahkan kepada ahli waris. Semoga bisa meringankan keluarga yang ditinggalkan, ” pungkasnya. (nel)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Misi Haji Indonesia Terancam Dihapus
Redaktur : Tim Redaksi