Korban Berjatuhan, China Tetap Ngotot Nol Covid-19

Rabu, 30 November 2022 – 23:59 WIB
Arsip - Seorang peserta memegang payung bertuliskan protes terhadap kebijakan "nol COVID-19" yang diterapkan pemerintah China di dekat Konsulat China, New York, Amerika Serikat, Selasa (29/11/2022). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/David 'Dee' Delgado/rwa

jpnn.com, BEIJING - China pada Selasa (29/11) memperbarui komitmennya terhadap kebijakan radikal "nol COVID" di tengah protes di seluruh negeri selama akhir pekan terhadap penguncian dan tindakan pencegahan ketat lainnya.

Pemerintah negara itu berusaha mencegah demonstrasi kemarahan publik berlanjut dengan mengerahkan polisi secara besar-besaran.

BACA JUGA: Kabar Buruk, Tes CPNS Terdampak Lonjakan Covid-19 di China

Surat kabar milik Partai Komunis yang berkuasa, The People's Daily, pada Selasa melaporkan bahwa kebijakan itu telah terbukti "ilmiah dan efektif" dan memperingatkan agar tidak berpuas diri dalam upaya negara untuk mengekang pandemi.

Surat kabar itu juga menyebutkan bahwa pendekatan bertarget harus diambil berdasarkan keputusan pemerintah China baru-baru ini untuk "mengoptimalkan" langkah-langkah respons COVID guna memperbaiki langkah-langkah kebijakan yang "berlebihan".

BACA JUGA: Jokowi Minta Jajarannya Hati-hati, Jangan Seperti China dan Uni Eropa

Langkah-langkah yang dilonggarkan termasuk periode karantina yang lebih pendek dan membebaskan penduduk yang tinggal di rumah dari pemeriksaan COVID secara massal.

Saat beberapa demonstran secara terbuka mengecam Partai Komunis pimpinan Presiden Xi Jinping dan melawan ketakutan mendapatkan persekusi, pemerintah Xi diperkirakan akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah unjuk rasa anti lockdown berkembang menjadi gerakan politik besar.

BACA JUGA: Ibu Kota China Diteror Covid-19, Begini Kabar Terbarunya

Pemerintahnya juga diharapkan menyesuaikan langkah-langkah pembatasan COVID untuk mengurangi frustrasi publik.

Kehadiran banyak polisi telah dikonfirmasi di kawasan-kawasan tempat demonstrasi berlangsung di Beijing dan Shanghai.

Beberapa pengacara hak asasi manusia mengatakan beberapa pengunjuk rasa telah dibawa oleh pihak berwenang dan mahasiswa mendapat tekanan untuk tidak bergabung dalam aksi protes.

Pada Senin (28/11), China mencatat jumlah kasus COVID-19 harian sekitar 37.000 di daratan, turun sedikit setelah mencapai rekor tertinggi selama lima hari berturut-turut hingga Minggu (27/11), menurut Komisi Kesehatan.

Pemerintah China pada Selasa mengatakan akan mempercepat vaksinasi COVID-19 bagi lansia, terutama bagi yang berusia 80 tahun ke atas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa telah meminta Beijing menjamin hak warga untuk melakukan protes secara damai.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan pada konferensi pers Beijing pada Selasa bahwa hak hukum dan kebebasan warga negara China dijamin sepenuhnya, tetapi hak dan kebebasan apa pun "harus dilaksanakan dalam kerangka hukum."

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun membela langkah pembatasan COVID yang ketat di negaranya.

Pada Senin di New York, Zhang Jun mengatakan kepada penyiar Al Jazeera: "Anda mungkin mengatakan Anda lebih suka kebebasan, lebih banyak kebebasan, tetapi kemudian Anda harus bersiap untuk mati".

Dia menegaskan bahwa beberapa negara yang telah melonggarkan peraturan COVID melakukannya "dengan mengorbankan rakyat". (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler