Korban Salah Tangkap Ngamuk di PN

Kamis, 31 Januari 2013 – 07:19 WIB
CIBINONG –Pupus sudah harapan Muhammad Sahri Ramadhan alias Koko (19) untuk menuntut keadilan. Koko, korban salah tangkap dalam kasus pencurian pada Juli 2009 lalu, berteriak histeris di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, setelah gugatannya kepada aparat Polsek Bojonggede dan Kejaksaan Negeri Cibinong ditolak hakim, kemarin.

Koko tidak bisa menahan emosi  mendengar putusan Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri yang menolak semua gugatannya. “Ini tidak adil! Hakim tidak adil,” teriak Koko yang lantas mengamuk seperti orang kesurupan.

Dalam sidang pembacaan putusan yang di gelar di PN Cibinong, kemarin, Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri bersama dua hakim anggota, Luis Lispet Silotonga dan Damayanti, menilai materi gugatan Koko tidak cukup bukti. “Soal penganiayaan, bukti-bukti hanya bersumber dari berita di media massa, tetapi tak didukung bukti lain,” ujar Sri Sulasti lantang.

Saksi-saksi yang dihadirkan pihak penggugat, lanjut Sri juga mengaku tidak melihat secara langsung adanya penganiayaan yang dilakukan aparat Kepolisian Bojonggede. “Dengan berbagai pertimbangan itu, majelis hakim memutuskan menolak gugatan pihak penggugat secara keseluruhan,” urainya.

Koko menggungat pihak Kepolisian Bojonggede dan Kejaksaan Cibinong atas kasus yang menimpanya pada tahun 2009 lalu. Pada saat itu Koko yang masih berusia 15 tahun diadili atas kasus pencurian laptop dan kamera milik tetangganya, di Puri Bojong Lestari Tahap I RT 01/07.

Atas tuduhan itu, Sulung dari tujuh bersaudara pasangan Udin Ramli (55) dan Lina (38) itu, sempat menjalani penahanan selama 62 hari, di sel tahanan Polsek Bojong Gede dan sel Tahanan Polsek Cimanggis, dan mengalami penganiayaan oleh penyidik yang menangani kasus tersebut.

Namun, akhirnya pada persidangan 10 Agustus 2009 Majelis Hakim PN Cibinong membebaskan Koko dari segala dakwaannya, serta memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya.

Dalam sidang pembacaan putusan kemarin, majelis hakim juga menolak permintaan Koko agar polisi memulihkan nama baiknya dengan meminta maaf melalui media massa lokal dan nasional serta memasang spanduk di depan kantor kedua instansi tersebut, selama tujuh hari berturut-turut. Hakim beralasan, penyidik di kepolisian memiliki hak yang dilindungi undang-undang untuk menyidik tersangka.

Demikian juga gugatan bahwa kepolisian dan kejaksaan melanggar hukum, karena tidak memberi kesempatan kepada Koko untuk menggunakan haknya mendapat bantuan hukum serta pada saat penahanan, Koko masih berusia anak-anak disatukan dalam sel tahanan orang dewasa.

“Saat itu pihak tergugat sudah menawarkan untuk didampingi pengacara. Tetapi, penggugat dan orangtuanya saat itu tidak ingin menggunakan haknya,” kata Majelis Hakim.

Terkait, sel tahanan yang disatukan dengan orang dewasa, menurut majelis hakim, penahanan tersangka usia anak pada kondisi dimana di wilayah sekitar penahanan tidak ada sel tahanan anak, dimungkinkan untuk digabung dengan sel tahanan orang dewasa tanpa menghilangkan hak tersangka sebagai anak-anak.

“Pihak tergugat juga telah melakukan upaya pemindahan dari Polsek Bojonggede ke Polsek Cimanggis yang memiliki ruang tahanan anak,” katanya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Penggugat, Maruli Raja Gukguk mengatakan, majelis hakim mengabaikan fakta-fakta yang ada dipersidangan.

Menurut dia, saat persidangan, terungkap bahwa penyidik mengakui tidak memahami undang-undang tentang perlindungan anak, dan mengabaikan putusan hakim yang memvonis bebas pihak penggugat.  “Untuk itu, kami pikir-pikir untuk melakukan banding dan melaporkan majelis hakim ke komisi Yudisial,” tandasnya. (ful)



BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan Jokowi-Ahok Copot Kusnindar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler