Korban Trafficking Mayoritas dari Jabar

Senin, 12 Maret 2012 – 15:35 WIB

BANDUNG - Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Provinsi Jawa Barat mencatat setidaknya 195 korban trafficking (jual beli manusia) di Indonesia tahun 2011 berasal dari Jawa Barat. Dan yang mencengangkan adalah saat ini trafffiking sedang menghantui calon korban yang mayoritas pelajar SMP dan SMA.

Menurut Kepala BPPKB Jabar Sri Asmawati Kusumawardani, modus tersebut merupakan modus baru, dimana menurut Sri  mereka diiming-imingi akan menjadi duta seni dan budaya di negara Jepang, namun kenyataannya malah dikirim ke Batam.

Lebih lanjut Sri menerangkan bahwa sebelumnya, target human trafficking tersebut lebih banyak menjurus pada perempuan yang tidak bersekolah, namun kini dengan ditemukannya modus baru, tindakan penjualan manusia tersebut mulai bergeser untuk lebih membidilk pada wanita yang sedang menempuh dunia pendidikan.

"Jumlah kasus dan modus operandi trafficking makin berkembang, dan tadinya kami menganggap Indramayu sebagai partisipan dengan kontribusi terbesar korban trafficking. Namun ternyata seluruh provinsi perlu perhatian khusus terutama kabupaten/kota seperti Bandung, Bandung Barat, Cimahi, Sukabumi, Garut, Tasik,” terang Sri.

Terlebih, dalam kasus penjualan manusia tersebut, sambungnya, saat ini sebuah modus baru menghantui calon korban trafficking yang mayoritas pelajar SMP dan SMA.  Karena itu, pihaknya sedang memulai menggandeng dan bekerja sama langsung dengan Dinas Pendidikan, sebagai pencegahan melalui pendampingan untuk guru-guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah-sekolah.

“Modus ini sudah banyak digencarkan terutma di Kabupaten Majalengka. Kami menghimpun data, 2 di antara 10 anak yang diselamatkan merupakan anak di bawah umur,” ungkapnya.

Menurut dia, selain faktor ekonomi yang memprihatinkan, pendidikan dan peran orangtua, serta arus informasi yang memengaruhi pergeseran nilai kini menjadi pendukung maraknya trafficking. “Tarif mereka pun menggiurkan, yakni Rp 7-8 juta per bulan. Sebab itu juga mereka enggan kembali hidup normal,” kata Sri.

Dia mengharapkan penegakan hukum terutama UU No. 22 tahun 2007 soal trafficking makin terasa dengan perlindungan teknis para calon korban yang ternyata bukan dari kalangan tidak dikenal saja, melainkan tetangga dan saudara dekat.

Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender dan Anak LPPM Unpad, Nina Djustina me-nambahkan, korban human trafficking 90% lebih merupakan wanita. Sebagian besar dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial.

"Dengan korban kebanyakan wanita, maka untuk menarik calon korbannya bentuk trafficking semakin beragam. Selain duta seni dan budaya, modus lainnya adalah dengan dijanjikan menjadi penari tradisional untuk hiburan," ucapnya.  Berdasarkan riset yang pernah dilakukannya, 80 persen korban trafficking dijadikan PSK. “Namun, sisanya korban trafficking ditipu soal jenis dan jenjang pekerjaan, gaji tidak dibayar, disiksa secara psikis, dan tak jarang disodomi,” pungkasnya. (jat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komplek Candi Kembali Ditemukan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler