jpnn.com, PYONGYANG - Korea Utara mengecam Amerika Serikat dan sekutunya Korea Selatan, dalam serangkaian pernyataan yang mengatakan bahwa pernyataan Presiden AS Joe Biden baru-baru ini menunjukkan kebijakan bernuansa permusuhan.
Dalam satu pernyataan yang dimuat di kantor berita KCNA, Minggu (2/5), Kementerian Luar Negeri Korea Utara menuduh AS menghina martabat pemimpin tertinggi Korut dengan mengkritik situasi hak asasi manusia di negara itu.
BACA JUGA: Amerika Serikat Janjikan Dukungan Mengatasi Menggilanya Covid-19 di India
Kritik tersebut dianggap sebagai provokasi yang menunjukkan AS sudah siap untuk bertarung habis-habisan dengan Korea Utara.
Dalam pernyataan terpisah, Direktur Jenderal Urusan Amerika Serikat pada Kemlu Korea Utara Kwon Jong Gun mengecam kebijakan yang disampaikan Biden di hadapan Kongres AS beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Kontribusi Amerika terhadap Penanganan COVID-19 di Indonesia Makin Besar
Ketika itu, Biden mengatakan bahwa program nuklir di Korea Utara dan Iran menimbulkan ancaman yang akan ditangani melalui diplomasi dan pencegahan yang tegas.
Kwon mengatakan pernyataan itu tidak masuk akal dan merupakan pelanggaran hak Korea Utara untuk membela diri.
BACA JUGA: Berani Tegur Amerika, Indonesia Dipuji Menlu Iran
"Pernyataannya jelas mencerminkan niatnya untuk tetap menegakkan kebijakan permusuhan terhadap DPRK seperti yang telah dilakukan oleh AS selama lebih dari setengah abad," kata Kwon, merujuk pada nama resmi Korea Utara.
Kwon mengatakan, diplomasi yang dikatakan Biden hanyalah kedok untuk menutupi tindakan permusuhannya.
Setelah kebijakan Biden menjadi jelas, lanjut Kwon, Korea Utara terpaksa merespons dengan langkah-langkah yang sesuai. "Dan seiring waktu AS akan berada dalam situasi yang sangat serius," ujar dia.
Negosiasi yang bertujuan untuk membujuk Pyongyang agar menyerahkan program senjata nuklirnya telah terhenti sejak serangkaian pertemuan puncak antara pendahulu Biden, Donald Trump, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un gagal menghasilkan kesepakatan.
Kebijakan Biden berupaya untuk mencapai jalan tengah antara upaya Trump, serta mantan presiden AS Barack Obama, yang menolak keterlibatan diplomatik yang serius dengan Korea Utara kalau Pyongyang tidak melakukan langkah apa pun untuk mengurangi ketegangan.
Gedung Putih dan Kementerian Luar Negeri AS belum mengomentari pernyataan terbaru Korea Utara.
Dalam pernyataan lain pada Minggu, Kim Yo Jong, seorang pejabat senior di pemerintahan dan saudara perempuan pemimpin Kim Jong Un, dengan tajam mengkritik Korea Selatan karena gagal menghentikan para aktivis pembelot untuk meluncurkan selebaran anti Korea Utara.
Sebuah kelompok aktivis di Korea Selatan mengatakan pada Jumat (30/4) bahwa mereka telah menerbangkan balon-balon ke Korea Utara, yang membawa uang kertas dan selebaran yang mengecam pemerintah di Pyongyang. Mereka tidak mengindahkan undang-undang yang baru-baru ini diberlakukan yang melarang aksi tersebut setelah dikeluhkan oleh Korea Utara.
"Kami menganggap manuver yang dilakukan oleh para pembelot di (Korea) Selatan sebagai provokasi serius terhadap negara kami dan akan mempertimbangkan tindakan yang sesuai," kata Kim Yo Jong.
Tahun lalu, Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea di Kaesong, Korea Utara, setelah Kim Yo Jong memimpin gerakan untuk mengkritik peluncuran selebaran tersebut.
Pada 21 Mei, Biden akan mengadakan pertemuan pertamanya dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, yang mendorong lebih banyak kontak dengan Korea Utara.
Upaya Moon terganjal oleh kegagalan pembicaraan denuklirisasi di bawah kepemimpinan Trump, yang menerapkan sanksi yang menghalangi sebagian besar hubungan ekonomi dengan Korea Utara.
Skeptisisme Biden terhadap pertemuan pribadi dengan Kim, dan fokus baru pemerintahannya untuk menyoroti pelanggaran hak asasi manusia Korea Utara, menghadirkan rintangan baru bagi Moon saat ia berusaha membuat kemajuan dengan Pyongyang di tahun terakhir masa kepresidenannya. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil