GORONTALO - Sungguh memprihatinkan. Sektor kesehatan yang menjadi salah satu kebutuhan dasar masyarakat, ternyata menjadi ladang tindak pidana korupsi. Buktinya, dua mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo (Kadiskesprov) kini resmi menjadi terdakwa. Keduanya adalah TP alias Thamrin dan SN alias Suhardi.
Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2012 lalu, Thamrin telah menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Gorontalo. Ia didakwa menyalahgunakan kewenangan dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) 2007-2008. Nah, Rabu (2/1) giliran Suhardi duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Gorontalo.
Tak jauh berbeda dengan Thamrin, Suhardi juga dijerat dakwaan dengan tuduhan penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan alkes di Dinkes Provinsi Gorontalo 2009. Akibat perbuatan itu, Suhardi dituding merugikan uang negara senilai Rp 531 juta.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sutardi,SH, pada 2009, terdakwa Suhardi selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo juga merangkap sebagai kuasa pengguna Anggaran (KPA) untuk proyek pengadaan alat-alat kedokteran, kesehatan dan keluarga berencana (KB). Kegiatan tersebut dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 senilai Rp 5 miliar.
Disebutkan pula, dalam proses selanjutnya, terdakwa Suhardi mendatangi pihak kontraktor sebelum penandatanganan HPS. Pokok pertemuan mereka tersebut terdakwa sudah menjanjikan bahwa pihak kontraktor PT. Cipta Prima Jaya yang akan melaksanakan pengadaan alkes tersebut. Kemudian atas perintah terdakwa, pengadaan dan HPS disusun Suparman yang tidak mempunyai wewenang dalam penyusunan HPS tersebut. Sehingga panitia pelaksana proyek tersebut hanya melakukan penanda tanganan untuk pengadaan dan HPS tersebut.
"Terdakwa selaku KPA langsung menginstrusikan pihak panitia lelang agar memenangkan PT Cipta Prima Jaya untuk melaksanakan proyek pengadaan alkse di Dinas Kesehatan Provinsi. Akibat perbuatan terdakwa negara dirugikan sebesar Rp 531 juta dari proyek yang dasar anggarannya Rp 5 miliar tersebut," beber Jaksa Sutardi seperti dilansir Gorontalo Post (JPNN Group), Kamis (3/1).
Lebih lanjut Jaksa Sutardi menyampaikan, perbuatan terdakwa melanggar primer Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Bukan hanya primer pasal 2 tersebut, terdakwa juga dijerat dengan subsider pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Setelah membacakan dakwaan terhadap terdakwa, majelis hakim yang dipimpin Mustari SH beranggotakan Jufriadi,SH dan Bernealus Naispos,SH dibantu panitera pengganti Rosdiana Tolinggi SH menunda persidangan, Rabu (19/12). Yaitu dengan agenda tanggapan terdakwa atas dakwaan JPU. Sementara itu terdakwa Suhardi didampingi penasehat hukum Ismail Pelu,SH menyatakan akan melakukan bantahan dakwaan JPU. Sebab terdapat beberapa kejanggalan dalam dakwaan yang dibacakan JPU. (tr-20)
Sebelumnya, pada pertengahan Desember 2012 lalu, Thamrin telah menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Gorontalo. Ia didakwa menyalahgunakan kewenangan dalam pengadaan alat kesehatan (alkes) 2007-2008. Nah, Rabu (2/1) giliran Suhardi duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Gorontalo.
Tak jauh berbeda dengan Thamrin, Suhardi juga dijerat dakwaan dengan tuduhan penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan alkes di Dinkes Provinsi Gorontalo 2009. Akibat perbuatan itu, Suhardi dituding merugikan uang negara senilai Rp 531 juta.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sutardi,SH, pada 2009, terdakwa Suhardi selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo juga merangkap sebagai kuasa pengguna Anggaran (KPA) untuk proyek pengadaan alat-alat kedokteran, kesehatan dan keluarga berencana (KB). Kegiatan tersebut dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009 senilai Rp 5 miliar.
Disebutkan pula, dalam proses selanjutnya, terdakwa Suhardi mendatangi pihak kontraktor sebelum penandatanganan HPS. Pokok pertemuan mereka tersebut terdakwa sudah menjanjikan bahwa pihak kontraktor PT. Cipta Prima Jaya yang akan melaksanakan pengadaan alkes tersebut. Kemudian atas perintah terdakwa, pengadaan dan HPS disusun Suparman yang tidak mempunyai wewenang dalam penyusunan HPS tersebut. Sehingga panitia pelaksana proyek tersebut hanya melakukan penanda tanganan untuk pengadaan dan HPS tersebut.
"Terdakwa selaku KPA langsung menginstrusikan pihak panitia lelang agar memenangkan PT Cipta Prima Jaya untuk melaksanakan proyek pengadaan alkse di Dinas Kesehatan Provinsi. Akibat perbuatan terdakwa negara dirugikan sebesar Rp 531 juta dari proyek yang dasar anggarannya Rp 5 miliar tersebut," beber Jaksa Sutardi seperti dilansir Gorontalo Post (JPNN Group), Kamis (3/1).
Lebih lanjut Jaksa Sutardi menyampaikan, perbuatan terdakwa melanggar primer Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Bukan hanya primer pasal 2 tersebut, terdakwa juga dijerat dengan subsider pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Setelah membacakan dakwaan terhadap terdakwa, majelis hakim yang dipimpin Mustari SH beranggotakan Jufriadi,SH dan Bernealus Naispos,SH dibantu panitera pengganti Rosdiana Tolinggi SH menunda persidangan, Rabu (19/12). Yaitu dengan agenda tanggapan terdakwa atas dakwaan JPU. Sementara itu terdakwa Suhardi didampingi penasehat hukum Ismail Pelu,SH menyatakan akan melakukan bantahan dakwaan JPU. Sebab terdapat beberapa kejanggalan dalam dakwaan yang dibacakan JPU. (tr-20)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bakso Babi Tunggu Hasil Investigasi
Redaktur : Tim Redaksi