Korupsi di UI Bisa Seret Elite Kemendikbud

Minggu, 16 Juni 2013 – 06:55 WIB
JAKARTA - Bola panas kasus korupsi proyek instalasi IT dan perpustakaan Universitas Indonesia (UI) bisa menggelinding hingga ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sebab, anggaran untuk proyek tersebut merupakan uang tambahan yang diberikan secara khusus oleh Kemendikbud kepada UI.

Cerita tentang proyek dan penganggaran pembangunan perpustakaan itu dibeber Damona Poespa. Ketika proyek pembangunan perpustakaan UI digulirkan pada akhir 2008, dosen fakultas psikologi tersebut menjabat sekretaris Majelis Wali Amanah (MWA) UI. MWA merupakan lembaga tertinggi di UI di atas rektorat.

Damona menerangkan, dalam buku rencana kerja dan anggaran UI 2007-2013, sama sekali tidak tertulis adanya mata anggaran untuk membangun perpustakaan yang sekarang diklaim terbesar se-Asia Tenggara itu.

"Yang ada hanya mata anggaran untuk merenovasi perpustakaan yang sudah ada. Jumlahnya, saya lupa,'' katanya, Sabtu (15/6).

Nah, dalam perjalanannya, Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud menyodorkan anggaran tertentu atau anggaran khusus kepada rektorat UI. Anggaran tersebut akhirnya diterima rektorat dan dipakai untuk membangun perpustakaan. Damona menyatakan, rektor UI kala itu, Gumilar Somantri, sama sekali tidak melaporkan pengucuran anggaran dari Ditjen Dikti Kemendikbud tersebut.

Padahal, tegas Damona, setiap ada proyek baru yang anggarannya lebih dari Rp 1 miliar, rektorat wajib melaporkan dan meminta persetujuan MWA. Dia menyatakan, inisiatif membangun perpustakaan baru tersebut murni berasal dari rektorat.

Akhirnya, September 2009, MWA benar-benar menyikapi kucuran anggaran ''liar'' itu. MWA lantas mengadakan audiensi dengan Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso. Damona mengungkapkan, dirinya ikut dalam pertemuan tersebut. ''Dalam pertemuan, Dirjen Dikti (Djoko Santoso, Red) mengatakan MWA tidak usah repot-repot mengawasi penggunaan anggaran tambahan itu,'' ujarnya.

Alasannya, sudah banyak pihak yang ikut mengawasi penggunaan anggaran tersebut. Mulai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Itjen Kemendikbud, hingga auditor eksternal yang ditunjuk UI.

Tidak lama kemudian, muncul temuan serius dari BPK atas pemakaian anggaran khusus untuk UI yang digunakan membangun perpustakaan itu. ''Istilah saya, ada misconduct,'' kata Damona.

Ada indikasi rektor tidak taat terhadap aturan yang berlaku di internal UI. Akhirnya, meletuplah dugaan korupsi itu dan oleh elemen UI bertajuk Save UI dilaporkan ke KPK.

Jadi, dengan rentetan tersebut, Damona menyatakan bahwa MWA tidak terlibat dalam urusan penganggaran. Setelah mendapat masukan dari Dirjen Dikti supaya MWA tidak repot-repot memantau anggaran, dia menegaskan bahwa pihaknya menuruti. ''Kami pegang etika,'' tegasnya.

Untuk kesinambungan kinerja rektorat UI, Damona mendesak segera ada pergantian pejabat. Mulai dekan yang merangkap jabatan hingga wakil rektor yang tersandung kasus korupsi. Dia menyatakan, pimpinan perguruan tinggi, apalagi sekaliber UI, harus sosok yang klir.

Damona belum bisa memastikan kenapa kasus tersebut menyasar Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan, dan Administrasi Umum Dr Tafsir Nurchamid Ak MSi. Padahal, saat itu rektor UI sekaligus kuasa pengguna anggaran (KPA) adalah Gumilar.

Dugaan sementara, Gumilar mendelegasikan perannya sebagai KPA kepada Tafsir. ''Tapi, sekali lagi, MWA tidak mendapat surat pendelegasian itu,'' terang Damona.(wan/dim/c5/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Identitas Pelaku Bom Poso Masih Gelap

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler