Korupsi, Mantan Bupati Lampung Terancam 20 Tahun Penjara

Jumat, 05 Oktober 2012 – 03:26 WIB
BANDARLAMPUNG – Meski sempat molor sekitar dua jam dari jadwal yang telah ditetapkan, sidang mantan Bupati Lampung Selatan (Lamsel) Wendy Melfa terkait dugaan korupsi pengadaan tanah PLTU Sebalang akhirnya dilaksanakan di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Kamis (4/10).

Dalam sidang yang diisi pembacaan surat dakwaan itu, Wendy didakwa melanggar pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) Sarjono Turin, Wendy diduga telah melakukan tindak pidana korupsi pengadan tanah PLTU Sebalang sehingga merugikan negara Rp16,5 miliar. Kala itu, Wendy tidak melakukan inventarisasi atau pengukuran ulang terhadap tanah milik Hendry Angga Kusuma selaku direktur PT Naga Intan yang haknya akan dilepaskan.

’’Wendy selaku ketua panitia pengadaan tanah tidak menggunakan NJOP dan harga transaksi pasaran tanah yang berada di sekitar lokasi untuk menentukan harga besaran ganti rugi. Kami berpendapat terdakwa saat itu melakukan proses pengadaan tanah tidak sesuai dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadan Tanah bagi Kepentingan Umum,” ujar Sarjono.

Perbuatan terdakwa, lanjut dia, telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp35 juta atau orang lain atau korporasi dalam hal ini Henry Anggakusuma atau PT Naga Intan sebesar Rp16,83 miliar. Tidak itu saja, perbuatannya juga dinilai merugikan keuangan atau perekonomian negara sejumlah Rp16,83 miliar atau setidak-tidaknya Rp2,48 miliar sesuai perhitungan kerugian negara dari ahli Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dengan Surat Nomor 648/S/XVIII.BPL/12/2012 tanggal 16 Agustus 2012.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini melanjutkan, tanah seluas 66 hektare milik PT Naga Intan yang akan dibeli dari PT PLN sebesar Rp50 ribu per meter tersebut diduga telah menyalahi aturan. Di mana penentuan harga Rp50 ribu itu tidak mempertimbangkan NJOP (nilai jual objek pajak) yang seharusnya harga per meter dihargai sekitar Rp48 ribu.

’’Jika dihitung secara keseluruhan, nilai pembayaran ganti rugi sesuai bukti pembayaran sebesar Rp26,4 miliar dikurangi dengan pajak penghasilan dari penjualan sebesar Rp1,32 miliar. Sehingga nilai pembayaran yang diterima bersih oleh penjual tanah (PT Naga Intan) sebesar Rp25,080 miliar dikurangi nilai harga tanah berdasarkan harga wajar per meter kubik sebesar Rp8,250 miliar sehingga kerugian negara atas kelemahan harga tanah HGU itu sebesar Rp16,83 miliar,” paparnya di depan ketua majelis hakim Binsar Siregar.

Terpisah, kuasa hukum Wendy Melfa, Rozali Umar, mengatakan bahwa jumlah uang yang diterima kliennya sebesar Rp35 juta merupakan honor yang sudah diatur dalam Peraturan Menneg Agraria/Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 1994.

’’Saya rasa Pak Wendy tidak melakukan korupsi. Karena uang Rp35 juta itu kan uang honor yang sudah diatur dalam peraturan BPN. Jadi itu bukan korupsi,” tegas dia usai persidangan.

Untuk selanjutnya, sambung Rozali, pihaknya akan mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dibacakan oleh JPU dalam persidangan mendatang. ’’Nanti saat eksepsi kami jelaskan apa-apa saja yang kami sangkal dalam dakwaan itu. Untuk saat ini, kami berkomentar kalau uang yang diterima Wendy hanya sebuah honor,” pungkasnya. (yud/c1/fik)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tuntut Penangguhan Penahanan, Warga Blokade Jalan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler