Koruptor Harus Dibunuh

Minggu, 09 Desember 2012 – 10:59 WIB
Rokhmin Dahuri. Foto: Arundono/JPNN
LABEL sebagai mantan napi kasus korupsi, ternyata hanya tipis sekali menempel di diri Rokhmin Dahuri. Pria kalem bergelar profesor itu tetap berkiprah dalam urusan-urusan pengembangan potensi kelautan negeri ini. Itu memang bidang kepakarannya.

Hari ini, 9 Desember, adalah Hari Antikorupsi Sedunia. Dengan penuh percaya diri, pria asal Cirebon itu memberikan penilaian terhadap aksi-aksi pemberantasan korupsi di tanah air. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga mengomentari Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Andi Mallarangeng sebagai tersangka.

Berikut wawancara wartawan JPNN, Natalia Laurens dengan Rokhmin Dahuri di sela-sela acara kesenian Cirebon, di Museum Tekstil, Jakarta Pusat, Sabtu (8/12).

Apa kegiatan Anda selama ini?

Saya tetap sebagai guru besar Fakultas Perikanan dan Kelautan di IPB, walaupun sebagai sebagai PNS, saya sudah mengundurkan diri sejak kena fitnah dan pendzaliman. Alhamdulilah selain guru besar, begitu bebas saya diminta oleh gubernur di 11 provinsi untuk menjadi konsultan mengenai kelautan. Saya juga ceramah, luar dan dalam negeri sesuai bidang saya.

Selama ini saya sering diundang Menteri Lingkungan Hidup dalam acaranya-acaranya. Menteri Kelautan dan Perikanan sekarang juga minta saya sebagai penasehat. Jadi laris manis justru setelah bebas. Lebih sibuk daripada waktu saya jadi menteri karena banyak sekali yang minta dalam dan luar negeri.

Kalau orang bilang, gimana-gimana, itu tidak terjadi pada saya. Kalau mengikuti peristiwa pendzaliman saya, waktu saya bebas itu sekitar 4000 orang jemput saya dari IPB, dan hampir seluruh komponen bangsa. Beberapa tokoh datang seperti Prof Ahmad Mubarok, Adhyaksa Daud, Anies Baswedan, Taufik Kiemas, Akbar Tandjung, dan Mahfud MD.

Jadi sebenarnya, bisa melihatlah, kalau saya salah, semua itu tidak mungkin terjadi. Waktu saya masih dalam "pesantren" itu saya juga masih tetap bekerja sebagai konsultan. Pulau Buru, tata ruang kelautannya saya yang menyusun meski di penjara. Jadi saya bisnisnya di bisnis kepakaran. Saya sebelum jadi menteri, saya dulu dosen jadi sekarang pun masih.

Lalu Prof, bagaimana reaksi mahasiswa terhadap status anda saat ini?
Seharusnya yang menjawab ini adalah mahasiswa-mahasiswa saya sendiri. Tapi sejauh ini saya tetap diterima. Alhamdulilah tidak ada penolakan atau pun tidak diterima masyarakat. Justru saya mendapat banyak kemudahan seperti ini. Seperti yang saya bilang. Bahkan selama saya ditahan, tidak pernah sepi dari tamu.

Saya masih bisa memberi kuliah. Sewaktu saya ditahan di Mabes polri, Kabareskrimnya Bambang Hendarso mengumumkan pada seluruh pengawasnya bahwa pak Rokhmin setiap Sabtu ngisi kuliah di ruangannya. Ada ruang sidang khusus untuk Kabareskrim, itu saya pakai.

Singkat cerita, kemudahan, sudah saya dapat selama hampir tiga tahun setelah bebas. Sampai hari ini happy-happy aja, semangat, dan tidak merasa down. Karena saya memang tidak mengambil uang sedikit pun. Di KPK kan "telanjang" soal itu.

Bagaimana dengan orang-orang sekitar anda, rekan sejawat, apa pernah ada penolakan?
Itu semua sebenarnya terbukti pada tanggapan publik yang membela saya habis-habisan saat saya dituduh korupsi. Cuma karena orang yang benci ke saya lima persennya lagi berpuasa, jadi mereka menang. Hingga saat ini saya enjoy, bukan berarti saya suka mengalami keadaan seperti itu, tapi artinya bukan berarti tertutup jalan saya ke depan. Semua masih tetap dekat dengan saya. Pada Juli 2010 dan September 2012, nikahan anak saya alhamdulilah pak SBY dan bu Ani datang saat nikahan acara pertama, 24 menteri aktif datang, gubernur, rektor. Ini menunjukkan saya tetap diterima, tanpa maksud menyombongkan diri.

Kalau kita tidak melakukan perbuatan maksiat korupsi atau apa, walaupun hukum dunia mengatakan kita bersalah, kita tenang-tenang saja. Fakta kehidupannya berbeda, semua dari Tuhan. Ini bukan sok suci, tapi kenyataannya demikian.

Anda masih aktif mengikuti pemberitaan soal korupsi di media massa di sela kesibukan?
Sangat mengikuti terus, karena saya ingin terus mencari keadilan.

Juga pemberitaan soal penetapan tersangka Menpora, Andi Mallarangeng?
Itu suatu langkah yang sangat positif, ada gebrakan.  Kalau fakta Nazaruddin kan Anas. Kalau Anas, mudah-mudahan cukup berani untuk ungkap penerima uang itu siapa sebenarnya. Kalau berhenti sampai di Andi saja enggak fair juga. Saya rasa ada yang lebih bertanggung jawab di atas Andi, semua pihak termasuk wartawan sudah tahu lah itu.

Andi itu sahabat saya juga. Waktu saya kena musibah juga selalu beri support. Terus kan Andi blak-blakan. Kalau anda benar, bongkar semua. Karena kalau enggak, tidak ada pembelajaran. Nanti penguasa berikutnya akan membuat kemunafikan yang sama aja.

Kedua, kalau ternyata anda bersalah, dalam arti makan uang itu, tinggal bertobat. Uang itu kalau mau lebih bagus lagi dikembalikan. Kalau menurut tuduhannya ada beberapa miliar itu. Dikembalikan saja, sebagian kan bisa diinvestasikan untuk masalah perekonomian bangsa, terutama atas kemiskinan. Jangan putus asa, Tuhan Maha Pengampun. Kalau enggak bersalah ya tegar saja, ikhlas, kalau bersalah, bertobat.

Bagaimana pandangan Anda terhadap pemberantasan korupsi dulu dan sekarang?
Sejak saya dituduh dalam kasus itu, kawan-kawan saya menyebut ada tebang pilih. Hampir semua orang menyebut demikian. Sekarang pun pemberantasan korupsi, sami mawon. Malah lebih parah. Indeks korupsi makin meningkat. Ada banyak proses tawar menawar yang luar biasa. Mudah-mudahan Century juga segera mendapat titik terang. Itu logikanya enggak adil juga kalau hanya si Budi Mulya dan Siti terlibat. Beberapa waktu lalu Abraham Samad bilang Boediono tidak terlibat, nah lalu karena mungkin takut, diralat bahwa KPK bukan ranahnya periksa Boediono.

Setelah para ahli hukum politik beropini dia (Abraham Samad, red) berubah lagi. Kan jadinya pasti ada pressure terhadap orang sekaliber Àbraham Samad. Orang yang dianggap beriman sejati, gini juga kan. Dari kata-katanya yang bolak-balik. Jadi udahlah enggak usah berbohong lagi kawan itu. Sudah jelas siapa pelaku koruptor di Indonesia ini, saya yang bermain sembunyi-sembunyi hinggat saat ini. Cuma kalau hukum positif itu, kayak Rokhmin Dahuri yang bloon itu kan. Sekjennya, mencatat lalu sama menteri penggantinya takut dilaporkan ke KPK itu. 

Kalau mau adil, bukan saya yang makan duit itu, tapi pengganti saya, menteri sesudahnya menggunakannya untuk perjalanan ke luar negeri, perbaikan rumah. Jadi ya seperti banyak orang bilang, kalau mau berantas korupsi jangan dari bawah, tapi dari atas. Kalau dari bawah, kotor lagi-lagi. Ibarat orang nyapu tangga kan.

Menurut saya bukannya makin baik pemberantasan korupsi, tapi makin tebang pilih. Rakyat Indonesia jangan pernah terkecoh, Andi dijadikan tersangka seolah-olah itu tidak tebang pilih. Memang seharusnya dia tersangka susah kalau Andi enggak tersangka. Ini menjadi pekerjaan rumah, bom waktu. Kalau pun selamat sampai 2014, bom waktu, kasihan. Sejatinya tebang pilih itu masih ada dan makin buruk.

Kasus korupsi masih marak terjadi dengan modus yang sama. Apa yang salah dengan sistem kita?
Well, implementasinya. Maaf-maaf saja, tapi manusia itu kadang-kadang kayak malaikat, kadang-kadang kayak setan. Itu terjadi mungkin karena teman-teman yang korupsi mikirnya, ooo ada yang itu selamat, ada yang itu enggak kena jeratan hukum. Jadinya orang yang melakukan korupsi makin dahsyat karena merasa dirinya punya power. DPR, Bupati, Gubernur dan menteri Semua karena mikirnya, selamat kita, punya "backingan" nih.

Tapi jadi menteri itu juga susah kalau ada orang datang minta sumbangan, tidak mungkin tidak kita berikan. Coba kalau jadi menteri, pasti kan sistemnya begini terus di mana gaji itu kecil, dan negara tidak alokasikan dana untuk sosial. Nanti mereka karena sahabatan dengan menteri, pasti bawa proposal minta sumbangan kegiatan sosial. Kita sebagai menteri mau nolak enggak bisa, udah nama kita buruk, ada yang minta sumbangan tidak dikasih, nanti di demo. Kalau dalam kasus saya, uang yang dipakai juga bukan uang negara, tapi uang sumbangan yang diberikan pada saya. Kalau ada kegiatan, ada yang nyumbang ke saya. Itu uang saya pakai untuk pembangunan perikanan dan kelautan juga dana sosial.

Prosesnya begitu. Siapa pun jadi menteri, pasti akan dimintai sumbangan. Padahal APBN enggak akan ada alokasi untuk itu kan. Saya sumbang itu bukan dengan uang negara, makanya dinamakan nonbudgeter. Dana taktis. Saya dilaporkan dan kena kasus ini, hanya karena menteri sesudah saya takut ketahuan memakai uang ini.

Jadi kenapa korupsi berulang, karena penegakan hukumnya enggak adil. Yang merasa back-upnya kuat pasti aman-aman saja. Coba kasus Wa Ode, saya kira banggar itu pasti kena semua. Kalau KPK kurang yakin, lihatlah kehidupan orang-orang banggar itu, kaya raya setengah mati.  Very, very, very rich itu. Duit dari mana itu? Orang-orang namanya  disebut Wa Ode dulunya anak LSM kok saya tahu itu. Kok aman karena partai.

Penegakan hukum itu tidak equality before the law. Istilahnya ya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Semua tidak sama di mata hukum. Contoh sarkasme ya ibu yang dituduh nyuri kakao. Kalau di kalangan elit, yang lemah-lemah model saya ini yang dihajar untuk dijadiin kampanye gitu, pak Sujudi, mantan Menkes. Kasihan itu. Ada kok menteri yang triliunan kekayaannya, rekening gendut juga sudah jelas-jelas juga enggak tersentuh.

Anda kilas balik semua yang pernah anda alami di pemerintahan dan dunia politik, apa setelah ini masih ingin berkiprah lagi di politik?
Untuk politik saya sudah jadi Ketua DPP PDIP sejak empat bulan lalu. Ketua DPP Bidang Perikanan dan Kelautan. Bu Megawati, sejak April 2010 kongres di Bali saya diminta juga untuk gabung jadi ketua DPP, tapi saya enggak mau, karena saya sebenarnya di bidang profesional, seperti akademisi, pakar. Cuma setelah saya pertimbangkan, baru empat bulan lalu saya memutuskan menerima. Karena dalam hal ini saya merasa bersalah Bu Mega itu orang yang sangat percaya sama saya. Walaupun saya kena fitnah, bu Mega ngomong di mana-mana, menyebut saya bersih. Nah waktu Rakernas di surabaya, empat bulan lalu, saat rapat tertutup, Bu Mega menyatakan PDIP harus bebas dari korupsi.

Sebelum nutup rapat, bu Mega bertanya, "anak-anakku mungkin bertanya kenapa saya angkat mantan koruptor jadi ketua DPP ini. Kalau itu pak Rokhmin, saya orang yang bertanggung jawab, dia orang yang tidak kenal uang". Kata bu Mega begitu. Saya rasanya mau nangis.

Enggak mgkin kalau beliau anggap saya bersalah, saya diangkat lagi. PDIP itu taat asas, kalau mau jadi ketua DPP, harus melewati beberapa tahapan dulu.

Ada tawaran jadi calon gubernur Jabar atau calon bupati Cirebon misalnya?
Memang banyak yang meminta saya, jadi Gubernur Jabar atau bupati. Tapi saya ngeri itu karena faktanya, jadi bupati atau gubernur kan harus keluar uang. Minimalnya katanya 18 miliar rupiah untuk biaya kampanye, pasang baliho. Duit dari mana saya. Duh saya membayangkannya aja sedih. Saya enggak deh. Ngeri. Cukup seperti ini saja.

Kalau Anda sendiri, merasa bersalah enggak?
Saya pun sama dengan pendapat umum. Karena itu saya tenang-tenagn saja. Semua dari Tuhan. Buktinya kita tetap dihargai, dihormati dan tetap laris manis seterusnya.

Anda sudah makan asam garam akibat tersandung kasus korupsi, Lalu apa kiat Anda untuk berantas korupsi?
Menurut saya dua. Ada yang sifatnya preventif pencegahan. Dan sifatnya represif, pemberantasan. Kalau pencegahan harus sistem dirubah. Saya selain jadi profesor saya jadi Dirjen setahunan dan jadi menteri empat tahun. Jadi saya tahu persis kehidupan birokrasi. Kalau ingin serius berantas korupsi dari akarnya itu, menurutnya saya ada empat jurus. Pertama adalah mengubah sistem penggajian yang munafik. Gajinya pegawai negeri itu kecil. Enggak cukup. Paling cukup untuk dua minggu, itu pola hidup sederhana.

Sementara itu proyek ditebar. Itu yang kasus mark up sampai sekarang lebih parah. Contohnya kasus Angelina Sondakh, brokernya dapat berapa persen, DPR nya dapat berapa, ada rektor yang diduga kecipratan dan belum juga kalau kalau kepala daerahnya  dapat. Jadi APBN yang bener-benar untuk pembangunan hanya tinggal 10 persen. Karena sudah jelas, 55 persen untuk belanja pegawai, tapi itu bukan belanja pegawai tapi untuk gedung, mobil segala macam.

Jadi intinya negara yang makmur dan maju adalah negara yang gaji pegawai negerinya cukup dan sejahtera. Enggak ada seperti di Indonesia, yang gajinya kecil dan proyeknya bertebaran, di mark up. Ini yang membuat munafik sampai sekarang. Istri saya masih pegawai negeri, dia tahu persis.

Lalu kalau ada pejabat ke Jakarta, kasih SPJ lengkap segala macam. Tapi kalau ada dosen sampai ke pelosok-pelosok dikasih 50 ribu perhari. Itu semua. Harus ditingkatkan gaji PNSnya. Hingga cukup. APBN kita itu ada, cuma dikorup. Yang paling senang dengan situasi sekarang ada koruptor sejati karena dia bisa main kungfu tingkat tinggi dan main proyek. Untuk preventif harusnya gaji ditingkatkan. Besarnya studi banding aja dengan Malaysia yang biaya hidup hampir sama dengan di sini.
Kalau langkah preventif hanya berupa gaji yang ditingkatkan tidak bisa. Nanti kayak zaman Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, ada remunarasi, malah muncul Gayus-gayus bertebaran.

Langkah berikutnya adalah reward dan punishment. Kalau gajinya cukup, tapi lalu korupsi. Saya bilang, koruptor jangan disalatkan, tapi harusnya dibunuh.

Hukuman mati! Tapi ingat, syaratnya pengadilannya adil dulu. Jangan seperti sekarang. Dosalah kita kalau dituduh bersalah tapi ternyata hanya titipan politik kan enggak bisa. Jadi reward dan punishment. Itulah pentingnya Inspektorat Jenderal, BPK, PPATK, BPKP, Kepolisian, Kejaksaan adalah orang yang bersih. Tapi BPK kan dari orang politik juga. Kita tahu sendiri. Kalau Presidennya baik, harusnya milih orang pun yang benar.

Jadi kalau ada orang bersalah dikasih hukuman berat supaya adil, yang baik mendapat promosi. Jadi ya pengawasnya harus orang-orang yang benar. Orang-orang baik dan bener itu masih ada, model pak Abraham dan pak Jokowi. Orang yang percaya akhirat.

Orang baik,  bersih dan jujur harus ada di pemerintahan, dan DPR RI, yang preman disingkirkan. Kalau di Indonesia terbalik. Preman lebih banyak dari yang baik.
Proses rekrutmen juga penting. Jangan saya dari Cirebon, lalu pegawainya Cirebon semua, tapi tidak lihat prestasi dan profesionalisme. Itu satu paket.

Ketiga, sistem mekanisme keuangan, budgettingnya. Budget diketok dalam rapat Januari, tapi baru keluar Agustus, September. Makanya pegawai negeri, kalau bulan Desember pasti ada saja kegiatan seminar, loka karya, bepergian. Jadi gimana Indonesia ini. Kalau Januari, yang uangnya juga dikeluarkan Januari, jadi ada waktu membelanjakan uang untuk pembangunan.

Lalu, yang sifatnya sosial seperti pembangunan rumah ibadah dan bantuan anak yatim piatu jangan biarkan berkeliaran mendapat dana dengan proposal. Harus diatur dengan dana khusus di Kementerian Sosial. Ini kan berat jadi menteri, kalau ada yang ngajuin proposal seperti ini, kalau ditolak, di demo. Kasihan pegawai negeri yang benar zaman sekarang, menghadapi situasi begini tertentu. Kalau ada proyek, kan ada tender, harus memilih salah satu kan, nah kepala dinasnya diancam segala macam, ujungnya minta fee. Kepala dinasnya kalau enggak didemo terus, kalau dia lakukan, dia mark up. Kalau tidak teliti, nasib sial. Serba salah, sistem seperti ini.

Kalau soal budget kan di pemerintah, sekarang DPR, tapi oknum DPRnya yang korupsi. Karena merekanya yang nentuin anggaran, jadi bisa ngelobi. Bagaimana bisa bersih. Bubarkan saja DPR yang begitu.

Keempat ya pengawasan dan sikap dari atas, presiden dan wapresnya. Harus jadi teladan. Kalau dia enggak bisa jadi teladan, ya korupsi makin parah. Karena bos kita begitu. Ngomong, semua harus suci tapi korupsi juga, ya pada ngikutin semua. Enggak selesai-selesai korupsinya.

Itu pencegahan. Kalau represifnya, ya keadilan itu tadi, bisa dengan pembuktian terbalik, seperti yang dilakukan di Hongkong, Cina, Singapura. Masa ada orang udah di penjara, dimiskinkan tapi kekayaannya di luar masih banyak, itu yang ditelusuri. PPATK dan BPK harus telusuri itu di dalam maupun luar negeri kekayaannya. Tegakkan hukum untuk siapa saja. Abraham Samad kan sempat bilang gitu. Semoga saja dia tidak goyah lihat uang miliaran rupiah. Takutnya tergoda. Mudah-mudahan enggak.

Intinya penting lah pembuktian terbalik. Contoh gaji menteri hanya Rp 19 juta, tapi kalau mereka punya kekayaan dan rumah hingga miliar rupiah, patut dipertanyakan juga. Baru itu ampuh.

Terakhir, di hari Antikorupsi Sedunia apa pesan Anda khususnya untuk KPK?
Ini sebenarnya masalah hati dan keimanan. Yang korup itu bukan koruptor, tapi yang punya kekuasaan. Kita lihat penyidik-penyidik KPK ditarik supaya apa? Supaya kasus Hambalang, Century tidak diusut. Maaf-maaf saya hanya ingatkan. Pimpinan KPK juga sudah bicara ini di publik. Jadi siapa yang tersangkut kasus-kasus itu, anda tahu sendiri. Jadi pesannya, ingatlah akhirat. Saya  bukan sok suci. Tapi pada akhirnya memang itu. Jangan lihat penampilan fisik seorang. Ada kemunafikan. Biar hukum dibuat canggih, tapi rusak moralnya, sama saja. Itu kait mengkait. Harus benar-benar adil pengadilan dan hukuman. Tegakkan hukum dan sejahterakan rakyat. Itu caranya. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kurikulum Bagus Guru Jelek, Percuma

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler