LHOKSEUMAWE - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) klas II A, di Jalan Diponegoro nomor 12 Lhokseumawe rusuh. Pasalnya, ratusan napi di lokasi tersebut merasa hak pilih mereka diabaikan. Akibatnya gerbang ke IV di dalam penjara terpaksa ditutup, setelah tahanan berontak dan menyandera kotak suara, yang sudah dalam kondisi terkunci.
Peristiwa ini terjadi ketika petugas hendak makan siang, Senin (9/4) siang pukul 12.30 WIB. Suasana ricuh ini berlangsung alot, karena ada mediasi antara perwakilan napi, petugas sipir dan polisi dan oknum KIP bersama panwas. Menurut keterangan dihimpun Metro Aceh (Grup JPNN), kejadian dimulai saat para saksi sedang makan siang. Tiba-tiba penghuni Lapas membawa lari kotak suara ke dalam sel tahanan.
Untuk meredam situasi, petugas sipir memanggil Ketua DPRK Lhokseumawe, Juru Bicara PA dan Kabagops Polres Lhokseumawe termasuk dari KIP dan Panwas.
Mereka juga meminta saksi dan KPPS keluar dari Lapas. "Tapi mereka tidak mengasari kami," kata Ketua KPPS Iskandar Mahmud.
"Proses pemungutan suara sudah selesai, kotak yang dibawa lari tadi sudah terkunci," ujarnya.
Sebelumnya, pencoblosan atau pemungutan suara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Lhokseumawe juga sempat terhenti lebih satu jam, sebab sebagian tahanan memprotes KPPS karena mereka tidak diberikan hak memilih. Suasana tegang tersebut akibat diprotes narapidana yang tidak dapat memilih, dikarenakan mereka mendapatkan hukuman lima tahun ke atas. Setelah diberi pengarahan oleh pihak KIP lebih satu jam, pencoblosan baru bisa dilanjutkan dan kembali berjalan lancar.
Sementara itu, dari pantauan Metro Aceh di TKP terlihat tiga bendera Partai Aceh (PA) sempat naik dan berkibar di kawat-kawat berduri.
Sejumlah 40 Narapidana (Napi),di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Benteng Kota Sigli, Pidie melakukan protes terhadap Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Mereka mengaku tidak mendapatkan hak pilihnya.
Menurut laporan beberapa Napi kepada Metro Aceh, Senin (9/4), bahwa tahanan sengaja datang ke TPS dalam komplek Lapas untuk memberi hak suara. Namun ternyata mereka tidak diberi hal pilih oleh petugas. "Kami kecewa dan mempertanyakan masalah tersebut".jelas salah seorang Napi.
Lanjut dia, seharusnya mereka harus diberi hak pilih untuk pencoblosan, namun pihaknya heran kenapa hak pilihnya tidak ada, sehingga para Napi merasa kecewa dan memprotes KPPS setempat dan menanyakan kenapa mereka tidak tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Padahal mereka masuk lapas sudah beberapa bulan. "Kami merasa dicabut hak pilihnya," tegas sumber.
Sementara itu Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP), Pidie Junaidi Ahmad.S.Ag saat dihubungi mengaku, sebenarnya jumlah berhak memberi hak piliknya di Lapas Sigli sebanyak 210 orang. Namun setelah itu banyak yang sudah keluar dari Lapas, dan didata kembali hanya 166 orang yang punyak hak pilih.
"Kita sudah mengingatkan kepada mereka jauh-jauh hari, agar mendaftarkan diri di kampung maupun di Lapas," jelasnya.
Kemudian kata Junaidi, setelah DPT ditetapkan masuk 40 orang lagi ke Lapas dan mereka tidak terdaftar dalam DPT. Itu merupakan kesalahan mereka sendiri, sebab sejauh ini KIP dan pemerintah sudah mensosialisasikan terkait masalah pendaftaran pemilih. Sayangnya masyarakat cuek sehingga saat tidak terdaftar dalam DPT baru menyalahkan petugas pencatat.
"Jadi kalau dalam DPT tidak terdaftar maka yang bersangkutan tidak dibenarkan memilih," tegas Junaidi. (arm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Incumbent Target Busway Capai 15 Koridor
Redaktur : Tim Redaksi