KPA: Jangan Benturkan Buruh dengan Warga

Kamis, 14 Juni 2012 – 07:01 WIB

JAKARTA - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyesalkan terjadinya aksi unjuk rasa ribuan buruh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 di depan kantor Gubernur Sumut, Medan, kemarin (13/6).

Deputi Sekjen KPA, Iwan Nurdin, mengatakan, cara seperti itu tidak akan menyelesaikan masalah. Justru, katanya, malah bisa memunculkan situasi ketegangan antara buruh PTPN 2 dengan warga petani di sekitar lahan yang dipersoalkan.

Iwan juga menilai, aksi buruh itu sengaja digerakkan oleh pihak perusahaan PTPN 2. Dikatakan, cara seperti itu sudah sering dilakukan PTPN, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumsel.

"Seringkali buruh dibenturkan dengan masyarakat. Malah bukan menyelesaikan masalah, tapi justru menambah ketegangan," ujar Iwan kepada JPNN.

Seperti diketahui, aksi massa ribuan buruh PTPN 2, mendesak Pemprov cepat menyelesaikan sengketa lahan, yang menurut mereka ada 8 ribu hektar lahan perkebunan PTPN 2 yang diserobot petani, yang berada di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang.

Iwan mengingatkan Plt Gubernur Sumut untuk mengambil tindakan, agar ketegangan tidak berubah menjadi konflik terbuka antara buruh dengan warga. Pasalnya, dari sisi kepentingan buruh, mereka bisa saja merasa terancam lapangan kerjanya lantaran ada ribuan hektar lahan PTPN 2 yang menurut versi mereka, digarap secara liar oleh warga.

Sedang di sisi warga, mereka bakal tetap bertahan karena merasa punya hak atas tanah itu, berdasarkan surat kepemilikan tanah, atau dengan dalih itu dulunya tanah adat masyarakat sejak jaman pendudukan Belanda.

Dijelaskan Iwan, Pemprov bersama BPN punya kewenangan untuk menyelesaikan persoalan lahan ini. Pemprov harus cepat melakukan verifikasi ulang lahan-lahan yang diklaim masyarakat. Bila sudah terdata, penyelesaiannya bisa lewat jalur politis.

Cara politis yang dimaksud, terhadap area yang berpotensi menjadi sumber konflik dan warga tak punya bukti kuat atas kepemilikan lahan dimaksud, maka lahan harus diserahkan ke PTPN 2. Hanya saja, PTPN 2 harus didorong untuk melaksanakan program Corporate Social Responsibilty (CSR) secara benar.

Sementara, untuk area yang warga sudah punya dasar kuat, harus didorong agar bisa terbangun program kemitraan. Meski lahan diolah warga, tapi produksinya tetap dipasok ke PTPN 2.

"Sehingga ketegangan bisa terjembatani. Sementara, kalau hanya mengandalkan aspek hukum tak akan mampu menyelesaikan persoalan secara berkeadilan. Jika area (yang disengketakan, red) diserahkan ke warga, maka akan ada problem serapan tenaga kerja. Jika diserahkan ke perusahaan, belum tentu bisa digarap juga karena toh bahan lahan yang tak tergarap," urai Iwan, yang juga menjadi tim penyelesaian konflik lahan yang dibentuk Setwapres itu.

Sekali lagi Iwan mengingatkan, program CSR dan kemitraan bisa meredakan ketegangan. Dia memberi contoh beberapa perusahaan besar, seperti Gudang Garam, Sampoerna, atau Sido Muncul. "Perusahaan-perusahaan itu eksis karena membangun program kemitraan dan CSR yang baik. Perusahaan juga tak pernah kekurangan pasokan bahan baku," kata Iwan. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban Penembakan Ngadu ke Komnas HAM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler