Terlebih lagi, TGPF juga menemukan fakta selain aparat kepolisian, Pamswakarsa, dan masyarakat juga melakukan kekerasan sebagai aksi dan reaksi konflik antar warga dengan perusahaan tersebut. "Ini membuktikan akar persoalan agraria harus diselesaikan dulu dengan mencabut HGU (Hak Guna Usaha) perkebunan sawit PT BSMI, PT SWA, dan SK HTI (Hutan Tanaman Industri) PT Silva Inhutani," kata Iwan kepada JPNN di Jakarta, Selasa (3/1).
Dengan demikian lanjut Iwan, langkah ini bisa menjadi momentum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) reformasi Agraria yang dijanjikan namun belum terelaisasikan. Sehingga, temuan TGPF itu tidak menjadi alat cuci tangan pemerintah dalam konflik agraria yang terjadi.
"Selanjutnya dibutuhkan proses rekontruksi di tiga lokasi itu dengan melakukan pembangunan kebun dan hutan yang memperkuat hak-hak rakyat dalam bidang tanah dan tata cara produksi yang adil dan menjadi model kedepan di berbagai wilayah," tandasnya.
Seperti diketahui, Investigasi Awal TGPF menemukan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan di tiga lokasi konflik di Mesuji Lampung maupun Sumatera Selatan. Sengketa lahan tersebut sudah terjadi dalam proses yang cukup lama.
Temuan lain, korban jiwa yang meninggal akibat bentrokan untuk periode 2010-2011 berjumlah 9 orang. Di Register 45 dan desa Sri Tanjung (Mesuji, Lampung) masing masing tempat satu orang. sedangkan desa Sodong, Sumatera Selatan 7 orang.
Selain itu, ditemukan fakta, kelompok aktor yang ada di masing-masing wilayah, ada dari unsur masyarakat, perusahaan, pemerintah, serta aparat keamanan dengan tingkat detai keterlibatan yang berbeda-beda di masing-masing setiap lokasi. (kyd/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesepakatan Suap di Ruang Jaksa
Redaktur : Tim Redaksi