jpnn.com, JAKARTA - Aksi unjuk rasa atau demo menolak pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta pada 13 Oktober 2020 lalu di DKI Jakarta turut menyita perhatian publik.
Bagaimana tidak, hampir 80 persen yang diamankan polisi dari total 1.377 orang berstatus sebagai pelajar.
Mirisnya, lima anak SD berumur 10 tahun juga turut terlibat dalam aksi yang berujung ricuh tersebut.
Meski demikian, polisi tidak memberikan sanksi hukuman pada para bocah tersebut melainkan hanya diamankan. Syaratnya orang tua harus datang menjemput ke Polda Metro Jaya.
Kemudian, membuat surat pernyataan untuk diberikan kepada semua sekolah pelajar itu agar tidak membuat kesalahan yang sama.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto angkat bicara. Susanto menyayangkan keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa.
Menurutnya, demonstrasi bukan mekanisme menyampaikan pendapat yang tepat untuk anak.
"Tidak seharusnya anak SD dilibatkan demostrasi. Maka kami berharap orang tua, guru dan semua pihak sama-sama mencegah," ungkap Susanto saat dihubungi jpnn.com, Sabtu (17/10).
Dia berharap semua pihak tidak menyebarkan narasi-narasi provokatif.
Sebab, narasi seperti itu membangkitkan niat anak untuk mengikuti demonstrasi dan akan membahayakan keselamatan anak.
"Kami juga berharap agar semua pihak tidak menyebar narasi-narasi provokatif yang dapat membangkitkan keterlibatan anak untuk demo. kmKarena membahayakan keselamatan anak," pungkas ketua KPAI itu. (mcr3/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA JUGA: Polisi Amankan 5 Bocah SD saat Aksi 1310 di Patung Kuda, Duh Anak Siapa ini?
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama