jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
SKB tiga menteri tersebut mengatur ketentuan tentang penggunaan seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemda pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Demokrat Panas, Mas AHY Dikepung 4 Lawan, Marzuki WA Pak SBY, Waspada La Nina
"SKB tiga menteri itu salah satunya mengatur tentang murid dan guru di sekolah negeri yang berhak memilih seragam yang dikenakan," ujar Retno Listyarti, komisioner KPAI bidang pendidikan di Jakarta, Rabu (3/2).
Dia menambahkan, SKB tersebut menjawab sekaligus menghentikan berbagai polemik yang selama ini ada di sejumlah daerah.
BACA JUGA: Sekolah Paksa Siswi Nonmuslim Pakai Jilbab, Kepsek Bilang Begini
Lantaran munculnya berbagai aturan terkait seragam di lingkungan sekolah bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang dinilai cenderung diskriminatif dan intoleransi sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan pemda.
Dalam ketentuan pada SKB tersebut, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama, atau dengan kekhususan agama.
BACA JUGA: 5 Sikap PB PGRI soal Jilbab di SMKN 2 Padang
"Pemda dan sekolah tidak boleh lagi mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama," kata Retno.
Namun, khusus peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Nanggroë Aceh Darussalam (NAD) dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan NAD.
Retno mengatakan, ketentuan peserta didik dan pendidik berhak memilih seragam sekolah serta atribut tanpa kekhususan agama, atau dengan kekhususan agama merupakan perwujudan hak asasi individu sesuai keyakinan pribadinya.
"Hal ini penting ditekankan, karena melarang menggunakan maupun mewajibkan menggunakan, semuanya melanggar hak asasi manusia (HAM), padahal pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, nondiskriminatif dan menjunjung tinggi HAM,” tegas Retno.
Retno menambahkan, menggunakan aurat bagi muslimah memang kewajiban. Namun caranya dalam prinsip mendidik, tidak bisa dilakukan dengan paksaan. Harus dengan membangun kesadaran terutama bagi anak-anak.
Berikan pengetahuan, edukasi dan contoh (model) terlebih dahulu, sehingga anak memiliki kesadaran pribadi tanpa merasa terpaksa melakukannya dan benar-benar yakin saat memutuskan menggunakannya.
"Jadi tidak dipandang hanya sekadar seragam tetapi menyadari makna mengapa harus menutup aurat," tandas Retno. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad