KPI Banjir Aduan soal SKM, Nila Ajak Masyarakat Kurangi Gula

Minggu, 12 November 2017 – 23:02 WIB
Susu. Foto: Health Me Up

jpnn.com, JAKARTA - Kontroversi pengiklanan produk susu kental manis (SKM) yang sering dikampanyekan sebagai minuman sehat bagi semua anggota keluarga kembali mengemuka dalam momentum Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang diperingati setiap 12 November.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengaku mendapat banyak aduan dari masyarakat terkait penayangan iklan SKM di televisi.

BACA JUGA: Pedagang Takut Jual Eceran, Penyerapan Gula Lambat

Kekhawatiran itu terkait SKM yang lebih banyak kandungan gulanya dibandingkan susu asli.

Karena itu, pengiklanan produk diminta lebih relevan dengan kebutuhan dan kebaikan gizi bagi masyarakat.

BACA JUGA: BPOM Tegaskan Susu Kental Manis Aman Dikonsumsi Anak

Bahkan, aduan kepada KPI itu menempati urutan kedua terbanyak di bawah kasus penyehat tradisional.

Meski demikian, KPI belum bisa mengeksekusi aduan tersebut karena harus berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku pemberi izin peredaran.

BACA JUGA: DPR Soroti Kesalahan Cara Menginformasikan Susu Kental Manis

"Ada kekhawatiran di tengah masyarakat bahwa SKM memiliki kandungan kadar gula tinggi. Namun, kami tidak bisa bilang iklan ini menyesatkan atau tidak. sebab, kami tak punya orang farmasi untuk meneliti kadar gula seperti yang dimiliki BPOM. Kami kan butuh argumen untuk mengatakan kalau iklan ini menyesatkan atau tidak," kata Komisioner KPI Dewi Setyarini, Sabtu (11/12).

Seperti diketahui, pengiklanan produk SKM yang mengampanyekan minuman sehat dengan melibatkan semua anggota keluarga, termasuk anak-anak, mendapat sorotan banyak kalangan karena dinilai tidak relevan.

Tingginya kadar gula pada produk ini lebih tepat diiklankan sebagai produk topping atau pelengkap makanan.

Sebab, kadar gula yang tinggi jika diminum berlebihan dikhawatirkan berdampak pada penyakit diabetes dan obesitas.

Terutama bagi anak-anak di bawah lima tahun yang notabene membutuhkan kecukupan dan keseimbangan gizi di saat Indonesia memiliki visi mencetak generasi emas 2045.

Dewi menuturkan, KPI bertugas salah satunya mengawasi iklan yang sudah tayang di televisi.

Iklan itu muncul di media butuh proses panjang, yaitu melalui izin BPOM dan digodok lagi di tingkat produsen, lalu baru dibuat iklan untuk ditayangkan.

"Jadi ada beberapa proses dan KPI adalah (mengawasi) pascatayang. Setelah muncul lalu kami review," terangnya.

Untuk bisa mengeksekusi keluhan dan aduan dari masyarakat, KPI perlu bekerja sama dengan berbagai lembaga lain seperti BPOM dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dengan begitu, proses penghentian tayangan iklan akan lebih mudah.

"Penting banget dilakukan sinergi. Misalnya Kemenkes bilang, ini lho SKM menyesatkan, bagaimana BPOM? Tapi kami punya kewenangan masing-masing," ujar dia.

Sejauh ini, pihaknya juga belum pernah mendapatkan surat dari otoritas seperti BPOM dan Kemenkes terkait pelarangan susu kental manis tertentu.

"Sampai sekarang kami belum bisa melakukan tindakan apapun mengenai iklan SKM. Kami juga akan teruskan aduan masyarakat ke BPOM," ujar Dewi.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan, perlu dibuatkan aturan khusus jika masalah pangan berdampak merugikan kesehatan anak-anak.

Menurut dia, penayangan iklan atau promosinya harus lebih ketat dan tak bisa disamakan dengan regulasi pangan pada umumnya.

Dia pun membandingkan, banyak negara sudah tak menayangkan iklan SKM, tapi di Indonesia masih ada kelonggaran.

"Di banyak negara, SKM sudah tidak lagi diiklankan. Misalnya di Eropa. Mengapa di Indonesia masih diiklankan dan menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan dan SKM dikonsumsi seperti layaknya susu. Ini harus diatur," kata Agus.

Menurutnya, pangan dengan kadar gula tinggi seperti minuman ringan dengan kadar gula tinggi atau susu kental manis mutlak harus diatur terpisah, termasuk pemberian label khusus.

"Pangan seperti ini tidak boleh diiklankan dengan menggunakan model anak-anak atau diperuntukkan anak-anak," ujarnya.

Agus juga menekankan, SKM bukan susu, tapi larutan gula rasa susu. Ini seperti salah satu permen kopi, rasanya manis rasa kopi.

"Jadi jangan dibalik-balik penyebutannya," tegas Agus.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek di sela-sela peringatan Hari Kesehatan Nasional di area Car Free Day Jakarta menghimbau masyarakat agar mengurangi konsumsi gula sebagai bagian dari pola hidup sehat.

Sebab, saat ini penyakit gula dan diabetes angkanya tinggi sekali di Indonesia.

Saat disinggung soal kontroversi SKM yang memiliki kandungan gula tinggi namun dikampanyekan minuman susu menyehatkan termasuk bagi anak-anak, Nila menjawabnya dengan diplomatis.

“Kalau boleh kita berpikir yang betul, kita minta ibu melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif enam bulan kalau bisa sampai dua tahun. Namun, setelah umur enam bulan diberi makanan tambahan. ASI itu tidak rasa kan, tapi kenapa kita meracuni anak kita dengan kemudian menambah gula, menambah garam kebanyakan,” ujarnya.

“Saya kira sebenarnya kita harus sudah mulai mengubah. Betul bahwa sekarang penyakit gula dan diabetes tinggi sekali, hipertensi dan akhirnya sakit jantung banyak. Tadi disebut JKN atau BPJS sudah disebut-sebut harus membiayai orang sakit, bukan orang sehat. Itulah berarti kita harus mulai mengimbau kurangi konsumsi gula sehingga nanti kita bantu dengan aturan yang akan dikeluarkan. Intinya adalah kita harus berpikir untuk mengurangi gula,” tutur Nila. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mentan Dipuji Atas Rencananya Bangun Pabrik Gula Terbesar


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler