KPK Bakal Punya Ruang Tahanan Sendiri

Seharga Rp 100 Miliar Khusus Untuk Koruptor

Selasa, 10 Januari 2012 – 07:29 WIB

JAKARTA - Kebiasaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menitipkan terdakwa di berbagai rumah tahanan bakal segera berakhir. Sebab, Kementerian Hukum dan HAM mengisyaratkan jika instansi pimpinan Abraham Samad itu akan memiliki ruang tahanan sendiri. Dengan begitu, proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap terdakwa bisa lebih maksimal.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dalam acara penetapan 239 Satker di Kemenkumham sebagai Wilayah Bebas Korupsi (WBK) menjelaskan bahwa cabang Rutan itu nanti khusus untuk koruptor. Namun, belum ditentukan apakah rutan itu akan jadi satu dengan kantor KPK.

"Jadi, tersangka dan terdakwa bisa langsung ditahan di kantor KPK," ujar Denny. Lebih lanjut dia menjelaskan, pembuatan rutan untuk KPK itu dirasa penting karena selama ini cabang rutan baru ada di kejaksaan dan kepolisian. Padahal, KPK juga sebagai penegak hukum memiliki tersangka dan terdakwa sendiri.

Disamping itu, salah satu alasan dibuatnya rutan khusus itu adalah selama ini penanganan tersangka koruptor kerap dikeluhkan. Bahkan, selalu muncul cibiran ada kongkalikong dengan orang dalam sehingga bisa mendapat fasilitas mewah. Seperti terbongkarnya penjara mewah milik Arthalyta Suryani yang menyuap jaksa Urip.

Memang, usulan membuat rutan tersebut dimunculkan KPK ke Kemenkumham pada Januari 2010 lalu. Tepat setelah terbongkarnya kasus Arthalyta Suryani di Rutan Pondok Bambu. Meski selama ini narapidana disatukan di Cipinang, Jakarta Timur, belum ada petugas khusus yang mengawasi para koruptor tersebut.

Kepastian KPK memiliki rutan diaplikasikan melalui penandatanganan kesepakatan antara MenkumHAM Amir Syamsuddin dengan Ketua KPK Abraham Samad. Versi Amir, didukungnya upaya pembuatan rutan itu sebagai wujud dukungan Kementeriannya dalam mendukung pemberantasan korupsi. "Kewenangan KemenkumHAM untuk mendukung kinerja KPK kami maksimalkan," tutur Amir.

Menurut Dirjen Pemasyarakatan, Sihabuddin, meski KPK akan memiliki rutan khusus, seluruh kendali atas rutan itu tetap akan berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Soal siapa yang akab menjadi kepala rutan dan dokter yang bertugas, Sihabuddin menegaskan bahwa itu masih kewenangan dari Menteri Hukum dan HAM. "Rutan (khusus koruptor) itu dibuat agar pemeriksaan oleh KPK tidak bolak-balik dan bisa lebih cepat," kata Sihabuddin.

Sihabuddin juga menjelaskan bahwa anggaran rutan akan berasal dari KPK dan Kementerian Hukum dan HAM. Soal alokasi anggaran akan diserahkan sepenuhnya kepada KPK karena KPK yang akan lebih mengetahui kebutuhan di rutan tersebut. "Tapi laporannya akan tetap kepada Kementerian Hukum dan HAM," ujar Sihabuddin.

Sementara itu, Ditjen Pemasyarakatan Sihabuddin langsung memberikan gambaran bagaimana bentuk rutan tersebut. Salah satu spesifikasinya adalah bisa menampung 100 koruptor. Untuk pembangunannya sendiri diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. "Total dengan biaya sarana dan prasarana lain seperti sistem keamanan akan mencapai Rp 100 miliar," urainya.

Namun, kepastian itu bisa terganjal di DPR. Sebab, untuk mencairkan dana Rp 100 miliar membutuhkan keputusan dari wakil rakyat di Senayan. Jika disetujui, rutan tersebut bisa segera dibangun. Kelak, pengelolaan tetap dibawah Kemenkumham meski anggaran operasional Rutan dari KPK.

Untuk lokasinya, Sihabuddin menyebut sudah ada beberapa opsi. Mulai di Depok, Cibinong dan Bekasi. Nanti akan disesuaikan dengan desain rutan dan berbagai fasilitas standar yang diperlukan oleh KPK. Yang pasti, karena pengelolaannya masih dibawah Kemenkumham, berbagai hal harus mendapat persetujuan pihaknya dulu.

Sementara itu, Ketua KPK Abraham Samad menyambut baik kesepakatan itu. Namun, dia mengisyaratkan jika pembangunan rutan itu masih cukup lama sebab butuh koordinasi lebih lanjut. "Masih dikoordinasikan masalah itu," ujar Abraham di KemenkumHAM. (dim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beli Laptop dari Perusahaan Nazar, Dosen UNJ jadi Tersangka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler