KPK Belum Bisa Tangani Dugaan Korupsi Gubernur Kaltim

Meski Sudah 18 Bulan "Digantung" Kejagung

Sabtu, 21 Januari 2012 – 00:21 WIB

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum bisa mengambilalih penyidikan kasus korupsi pemanfaatan dana hasil divestasi PT Kaltim Prima Coal (KPC) oleh Kejaksaan Agung, yang menyeret Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sebagai tersangka. Meski banyak kalangan menyebut penyidikannya berlarut-larut, namun hingga kini KPK belum mendapat bukti bahwa kasus tersebut sengaja digantung.

"Belum bisa kita ambilalih," kata juru bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, Jumat (20/1). Sesuai Pasal 9 UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, lanjut Johan, pengambilalihan penyidikan atau penuntutan bisa dilakukan bila ada bukti kuat bahwa memang tak dilanjutkan oleh kejaksaan atau kepolisian.

Alasan lain, penanganannya berlarut-larut atau terus tertunda tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, lanjut Johan, ada bukti bahwa penyidikan atau penuntutan dilakukan dengan tujuan melindungi pelaku utama. Adanya intervensi dari eksekutif, legislatif atau yudikatif kepada aparat hukum yang tengah menanganinya, juga bisa jadi pertimbangan.

Atau malah aparat hukum itu sendiri terlibat korupsi, seperti menerima suap dari tersangka agar kasusnya tak dilanjutkan. Alasan terakhir KPK bisa mengambilalih suatu kasus korupsi, tambah Johan, kepolisian atau kejaksaan punya pertimbangan sendiri penangannya bisa lebih cepat jika hanya ditangani KPK.

"Tuduhan jadi perkara ATM yang sering dituduhkan juga harus ada buktinya. Makanya kita harapkan bantuan masyarakat. Jadi kita punya alasan untuk mengambilalih penyidikan kasus Awang Faroek," jelas Johan.

Sementara soal lamanya penyidikan yang sampai 18 bulan tanpa pernah memeriksa Awang, menurut, Johan bisa diperdebatkan sebab tiap penyidikan tindak pidana korupsi memiliki hambatan masing-masing.

Kejaksaan Agung selalu beralasan kasus Awang lambat karena adanya pertentangan putusan 2 petinggi PT Kutai Timur Energi (KTE) yakni Direktur Utama Anung Nugroho dan Direktur Apidian Triwahyudi. Di tingkat banding hukuman Anung diperberat menjadi 6 tahun penjara sementara di tingkat pengadilan negeri, Apidian dibebaskan sehingga memaksa kejaksaan mengajukan kasasi.

KTE adalah perusahaan yang ditunjuk untuk mengelola hasil penjualan 5 persen saham KPC milik Kabupaten Kutai Timur (Kutim) senilai Rp 576 miliar pada 2006 silam. Sementara Awang yang kala itu menjabat sebagai Bupati Kutim, merupakan pihak yang memohon pada DPRD Kutim agar jatah saham Pemkab itu dijual ke Kutai Timur Sejahtera (KTS) senilai USD 63 juta atau Rp 576 miliar.

Sementara Kejagung kembali memastikan kasus Awang tetap berjalan. Hanya saja soal apakah Awang terus dicegah bepergian ke luar negeri, baik Jaksa Agung Basrief Arief maupun Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Andhi Nirwanto menolak dikonfirmasi. Saat hal itu ditanyakan ke Andhi, dijawab Jaksa Agung yang paling berwenang memutuskan.

Sebaliknya, Basrief yang ditemui selepas salat Jumat malah menyebut Andhi-lah yang paling tahu. "Soal teknis gitu tanya ke JAM Pidsus," kata Basrief.

Pencegahan atas Awang akan berakhir 28 Januari 2011. Sejak ditetapkan sebagi tersangka 6 Juli 2010, Awang sudah dicegah keluar negeri selama setahun terhitung 28 Juli 2010-28 Juli 2011, kemudian diperpanjang selama 6 bulan.

Meski statusnya dilarang pergi ke luar negeri, Awang sempat tiga kali menggunakan paspornya untuk umrah, mempromosikan wisata Indonesia ke China dan menjalin kerjasama pendidikan Kaltim dengan pemerintah Australia. Desakan pelimpahan kasus Awang ditarik KPK disuarakan puluhan pendemo di halaman kantor KPK pada Kamis siang. (pra/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sogok DPRD Seluma, Pengusaha Dijerat KPK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler