jpnn.com - JAKARTA - Lembaga survei IndoBarometer pada 14-22 September lalu menggelar jajak pendapat terhadap 1.200 responden di 34 provinsi, untuk mengukur tingkat kepuasan publik terhadap lembaga penegak hukum. Hasilnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menjadi juara.
Hasil survei itu pula yang dipaparkan Direktur Eksekutif IndoBarometer, M Qodari dalam diskusi bertema "Evaluasi Kinerja Jokowi-JK di Bidang Hukum" di kantor DPP Taruna Merah Putih (TMP) Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/10). Menurutnya, 68,2 persen responden mengaku puas dengan KPK.
BACA JUGA: Kapolri Terbitkan Suran Edaran Penanganan Ujaran Kebencian
Tingkat kepuasan publik terhadap KPK itu jauh di atas Polri (44,8 persen) dan lembaga peradilan (40,7 persen). Sedangkan tingkat kepuasan publik terhadap kejaksaan hanya 37 persen.
Namun, kejaksaan bukanlah pemegang juru kunci dalam hal tingkat kepuasan publik. “Kepuasan publik paling rendah ada pada para advokat atau pengacara yang hanya 27,2 persen,” ujar Qodari dalam diskusi yang dipandu Ketua Umum TMP, Maruarar Sirait itu.
BACA JUGA: Warga Jakarta, Hindari Jalan Ini pada Pukul 9 Pagi Besok!
Namun, moncernya kinerja KPK yang membuat publik merasa happy dinilai masih tetap banyak kelemahan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva yang hadir juga pada diskusi itu mengatakan, Undang-Undang KPK saat ini harus disempurnakan.
Hamdan menjelaskan, UU Antikorupsi saat ini ibarat keranjang sampah. Menurutnya, ada frasa “dapat merugikan keuangan negara” yang membuat banyak pihak bisa menjadi pesakitan.
BACA JUGA: Terbukti!!! Bandar Narkoba Dieksekusi, Mayoritas Publik di Belakang Jokowi
Bekas politikus Partai Bulan Bintang itu lantas membeber data. Menurutnya, KPK telah menjerat 44 anggota DPR, 14 gubernur aktif, 43 bupati/wali kota, 7 menteri dan seorang lembaga tinggi negara. Hamdan mengaku mengenal baik orang-orang yang dijerat KPK itu.
“Saya yakin ada orang baik dan jujur yang dipenjara. Lalu artinya apa? Artinya ada persoalan sistem yang salah, sistem yang kacau, sehingga terpaksa mereka harus masuk penjara," ucapnya.
Yang tak kalah ironis, lanjutnya, kerugian negara yang bisa dikembalikan dari kasus-kasus yang ditangani KPK ternyata tak seberapa jika dibandingkan dengan anggaran untuk lembaga antirasuah itu. “Ini besar pasak daripada tiang," ujar mantan anggota DPR yang ikut membidani UU KPK itu.
Hal senada disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menurutnya, KPK tetap harus diawasi. Caranya adalah dengan membentuk dewan pengawas melalui revisi UU KPK.
"Vatikan saja ada yang mengawasi, masa KPK tidak? Di rumah saja, kalau suami gak dikontrol nyonya kan bahaya," ujar menteri asal PDIP itu dengan gayanya yang khas sehingga mengundang tawa. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prasetyo Rombak Komposisi Jaksa Agung Muda
Redaktur : Tim Redaksi