jpnn.com - JAKARTA - KPK akan mendalami dugaan permintaan Rp 1 miliar oleh hakim ad hoc tipikor Bengkulu. Permintaan uang itu agar dua terdakwa korupsi honor Dewan Pembina RS M Yunus Bengkulu divonis bebas.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, akan mendalami itu siapa yang duluan meminta apakah hakim atau pengacara. "Itu akan dibuktikan di persidangan," tegas Alexander, Senin (13/6) di markas KPK.
BACA JUGA: Bu Saeni, Ini Ada Sedikit Bantuan dari Pak Mendagri
Dia menambahkan, semua hal tersebut akan didalami. Ia tidak ingin membeber lebih rinci karena itu masuk materi perkara. "Semua akan didalami. Apakah ada janji hakim membebaskan, apakah ada fakta memberikan uang akan didalami," katanya.
Namun, kata dia, dalam konteks kasus ini majelis hakim terdiri dari tiga orang. Dua orang di antaranya sudah ditangkap dan diduga menerima suap. "Kalau majelis dua lawan satu itu sudah vonis misalnya hakim menjanjikan bebas. Tapi nanti akan di dalami lagi oleh penyidik," ujarnya.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Ini Ada Tantangan dari Anak Buah SBY
Sebelumnya diberitakan, tersangka suap pengamanan perkara korupsi honor Dewan Pembina RSUD Bengkulu, Syafri Syafii mulai buka-bukaan. Mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD Bengkulu itu mengklaim bahwa hakim yang meminta uang Rp 1 miliar agar ia dan Edi Satroni divonis bebas.
“Itu permintaan hakim,” kata Syafri sebelum diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (2/6).
BACA JUGA: OSO Dukung Pemangkasan Anggaran Kementerian
Hanya saja, Syafri tak menyebut nama hakim yang dimaksud. KPK menetapkan dua hakim ad hoc tindak pidana korupsi Bengkulu Janner Purba dan Toton sebagai tersangka.
Keduanya disangka menerima suap dari Edi dan Syafri Rp 650 juta dari total Rp 1 miliar yang disepakati. Selain mereka berempat, KPK juga menjerat Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Bengkulu Badaruddin alias Billy. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Asing Adu Domba Rakyat Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi