KPK Didesak Ambil Alih Kasus Proyek Air Bersih Tanjung Jabung Barat

Senin, 22 Oktober 2012 – 16:33 WIB
Massa yang tergabung dalam Aliansi LSM Tanjung Jabung Barat (ALAS Tanjabar) melakukan demosntrasi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/10). Foto; Getty Images
JAKARTA - Massa yang tergabung dalam Aliansi LSM Tanjung Jabung Barat (ALAS Tanjabar) melakukan demosntrasi di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (22/10). Mereka mendesak lembaga antikorupsi itu mengambil alih kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sarana air bersih perpipaan Tebing Tinggi, Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.

Koordinator Aksi  ALAS Tanjabar, Abdurrahman mengatakan kasus ini sudah pernah dilaporkan bersama Forum Bersama Laskar Merah Putih Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada tanggal 31 Desember 2008 dan 1 Juni 2009. Namun hingga saat ini, tak ada perkembangan yang berarti terhadap laporan tersebut.

"Kasus tersebut sudah dilaporkan ketika Safrial sebagai Bupati Tanjung Jabung Barat. Sampai saat ini Safrial pun sudah kalah dalam pilkada pada 21 Oktober 2010 tapi belum ditindaklanjuti," kata Abdurrahman saat menggelar aksi.

Abdurrahman menjelaskan kejanggalan proyek sudah terlihat mulai dari awal pelelangan karena tidak sesuai dengan Kepres 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa. Lelang proyek yang pembiayaannya dari
APBN dan APBD dilakukan tidak terbuka.

"Salah satu peserta lelang PT Nadia Mitra Wangi pernah memohon agar dibatalkan pelelangan, karena pipa steel frimed HDPE lebih menghamburkan uang negara dibanding pipa HDPE, sebesar Rp 20 miliar," ujarnya.

Menurutnya, pipa Steel Frime HDPE tidak ada pabrikasinya di Indonesia tetapi hanya ada di Cina. Sehingga kata dia, apabila ada kerusakan sangat sulit untuk memperbaikinya sebab harus menunggu peralatan dari Cina yang memakan waktu selama  45 hari.

Pada tahun 2007, pembangunan sarana air bersih (intake) dengan dana Rp 7 miliyar juga bermasalah ketika disidik Polda Jambi. Namun, hanya kontraktornya yang dijadikan tersangka oleh polisi tapi setelah itu dinyatakan tidak cukup bukti sehingga diterbutkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3).

"KPK sebagai supervisor harus mengambil alih kasus ini. Sebab dugaan penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara ini tidak bisa ditangani oleh polisi dan jaksa," ujarnya.

Meskipun bermasalah, pada tahun 2008 proyek tersebut dilanjutkan dengan dana Rp 100 milyar dengan pelaksanannya PT Sakti Nusaindo Perdana, yang juga tidak selesai pelaksanaannya. "Kenapa proyek tersebut tetap dilanjutkan pada tahun 2008, padahal proyek pada tahun 2007 masih terbengkalai, dan tidak selesai pelaksanaannya. Malah ditambah dananya dari APBD Rp 100 milyar," tanyanya.

Masih menurut Abdurrahman, anggaran pada tahun 2008 tentang pemasangan pembangunan air bersih perpipaan Tebing Tinggi sebesar 50 miliyar rupiah, dan kemudian dengan tempat yang sama sepanjang 13 KM, menelan biaya 50 miliyar rupiah total Rp 100 miliyar.

Kejanggalan lain dari proyek ini tutur Adurrahman, pekerjaan proyek ini tidak sesuai dengan Perda Tanjung Jabung Barat No 4 tahun 2009. Kata dia, dalam perda pekerjaan proyek multi years  harus dari Tebing sampai di Kuala Tungkal, tapi faktanya pekerjaan hanya sampai di Bramitam. Kekurangan pekerjaan proyek dari Bramitam ke Kuala Tungkal yakni 25 Km.

"Proyek ini juga tidak selesai sampai kalahnya Safrial dalam Pilkada pada tanggal 21 oktober 2010. Makanya, kami minta tangkap penanggung jawab proyek ini. KPK jangan tebang pilih menegakkan hukum," pungkasnya. (awa/jpnn)




BACA ARTIKEL LAINNYA... 60 Warga Fakfak Siap Ikut Dipenjara

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler