JAKARTA - Juru Bicara Koalisi Anti Mafia Hutan, Tama S Langkun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi penerbitan izin kawasan hutan di Provinsi Riau.
Tama mengatakan dalam kasus yang juga menjerat Gubernur Riau Rusli Zainal dan telah mempidanakan sejumlah kadis kehutanan hingga bupati di Riau, KPK masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan.
"Kerugian negara untuk terpidana Azmun Ja'far (mantan Bupati Pelalawan Riau) itu Rp 1,2 triliun. Ini bagaimana pertanggung jawabannya," ujar Tama usai melaporkan dugaan korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) ke KPK, Jumat (14/6).
Selain itu, KPK juga belum menyentuh pihak perusahaan yang menikmati hasil dari gratifikasi dalam kasus itu. Bahkan 14 perusahaan yang proses penerbitan izinnya sudah bermasalah dan menimbulkan perbuatan melanggar hukum malah tetap beroperasi mengeruk SDA Riau.
"Perusahaannya bagaimana. Kenapa masih bisa beroperasi. Apa sanksinya. Jadi jangankan mengembalikan kerugian negara, upaya menghentikan oeprasionalnya juga tidak ada," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini.
Karena itu pihaknya mendorong agar KPK menggunakan pasal TPPU dalam kasus sektor SDA seperti yang terjadi di Riau. Minimal KPK mengusut pihak yang membackup secara finansial usaha perusahaan. Kemudian mengusut broker hingga yang membekingi perusahaan.
"Kalau ini diusut akan kelihatan aliran dananya. Bekingnya siapa. Ini kan bawa kayu dari hutan keluar melewati air dan darat. Ada Polair, Polsek, hingga Bea Cukai. Bagaimana pertanggung jawaban mereka," pungkasnya.(Fat/jpnn)
Tama mengatakan dalam kasus yang juga menjerat Gubernur Riau Rusli Zainal dan telah mempidanakan sejumlah kadis kehutanan hingga bupati di Riau, KPK masih memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dituntaskan.
"Kerugian negara untuk terpidana Azmun Ja'far (mantan Bupati Pelalawan Riau) itu Rp 1,2 triliun. Ini bagaimana pertanggung jawabannya," ujar Tama usai melaporkan dugaan korupsi sektor Sumber Daya Alam (SDA) ke KPK, Jumat (14/6).
Selain itu, KPK juga belum menyentuh pihak perusahaan yang menikmati hasil dari gratifikasi dalam kasus itu. Bahkan 14 perusahaan yang proses penerbitan izinnya sudah bermasalah dan menimbulkan perbuatan melanggar hukum malah tetap beroperasi mengeruk SDA Riau.
"Perusahaannya bagaimana. Kenapa masih bisa beroperasi. Apa sanksinya. Jadi jangankan mengembalikan kerugian negara, upaya menghentikan oeprasionalnya juga tidak ada," kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini.
Karena itu pihaknya mendorong agar KPK menggunakan pasal TPPU dalam kasus sektor SDA seperti yang terjadi di Riau. Minimal KPK mengusut pihak yang membackup secara finansial usaha perusahaan. Kemudian mengusut broker hingga yang membekingi perusahaan.
"Kalau ini diusut akan kelihatan aliran dananya. Bekingnya siapa. Ini kan bawa kayu dari hutan keluar melewati air dan darat. Ada Polair, Polsek, hingga Bea Cukai. Bagaimana pertanggung jawaban mereka," pungkasnya.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Butuh Ketegasan SBY Selesaikan Polemik PKS di Koalisi
Redaktur : Tim Redaksi