Koordinator aksi APMK, Fikri Nurjaman, penyikapan KPK atas kasus PT BI sangat berbeda dengan penanganan kasus-kasus lainnya seperti pemberian travel cek pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, kasus Korlantas Polri ataupun Wisma Atlet. APMK menengarai KPK terlalu mementingkan kasus-kasus yang punya nilai politis tinggi.
”Penyikapan KPK atas kasus PT Barata sangat berbeda dengan kasus-kasus korupsi yang berbau politis. KPK terlihat bergerak cepat dan menetapkan lebih dari satu tersangka dalam kasus,” ucap Fikri di hadapan massa APMK.
Ditegaskannya, seharusnya KPK tidak hanya fokus menangani kasus korupsi yang terjadi di Jakarta dan punya nilai politis. Sebab, justru kasus korupsi di daerah seperti penjualan aset PT Barata Indonesia di Surabaya kerugian negaranya tak kalah besar dibanding kasus-kasus korupsi di Jakarta.
”Meski kasus korupsi di daerah nilai politisnya kalah dengan kasus di pusat, tetapi jika dihitung jumlah korupsi di daerah sangat besar,” kata Fikri.
Saat beraksi, massa APMK sempat melemparkan telur busuk ke pelataran KPK. Mereka mendesak KPK yang dikenal sebagai lembaga superbody untuk bertindak tegas dan cekatan.
”Kami hanya mendukung KPK jika bertindak tegas, tanpa kompromi dan tidak tebang pilih termasuk dalam kasus PT Barata. Lembaga pemberantas korupsi seperti itu yang ingin kami dukung, bukan lembaga pemberantas korupsi yang pilih-pilih kasus,” tandas Fikri.
Seperti diketahui, KPK dalam menangani kasus PT BI baru menjerat Mahyuddin Harahap, bekas Direktur Keuangan PT BI yang kini sudah mulai menjalani persidangan. Mahyuddin didakwa korupsi karena menjual tanah milik PT BI yang terletak di Jalan Ngagel 109, Surabaya pada kurun waktu 2003-2005.
Dalam surat dakwaan atas Mahyuddin yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Rabu (19/9) lalu, terungkap bahwa tanah seluas 58.700 meter persegi dan bangunan 56.658 meter persegi yang harusnya memiliki Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) senilai Rp 132 miliar, dijual hanya seharga Rp83 miliar.
Dalam surat dakwaan juga diketahui bahwa Mahyuddin tidak bertindak sendirian. Dalam kasus itu, Mahyuddin diduga bersama-sama dengan Dirut PT BI, Harsusanto dan Dirut PT Cahaya Surya Unggul Tama, Shindo Sumidomo alias Asui.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, perbuatan Mahyuddin telah memperkaya diri sendiri dan tim taksasi sebesar Rp 894 juta, serta Asui dan PT Cahaya Surya Unggul Tama sebesar Rp 21,770 miliar. Karenanya Mahyuddin dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saat Outsourcing Rajin, jadi Karyawan Tetap Justru Pemalas
Redaktur : Tim Redaksi