KPK Didesak Proses Bupati SBT

Rabu, 13 Februari 2013 – 19:42 WIB
Massa KOMITs yang mendesak KPK untuk memproses dugaan korupsi yang diduga dilakukan oleh Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku, Abdullah Vanath. Getty Images
JAKARTA – Koalisi Masyarakat untuk Indonesia Transparans (KOMITs) kembali mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (13/2). Kehadiran aktivis KOMITs ini meminta KPK segera memproses dugaan korupsi oleh Bupati Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku, Abdullah Vanath.

Juru bicara KOMITs Tommy DJ mengatakan banyak dugaan penyimpangan dan kasus korupsi yang dilakukan Bupati SBT Abdullah Vanath. Dugaan korupsi ini sudah dilaporkan ke KPK. Namun hingga saat ini, KPK tidak menindaklanjuti laporan-laporan tersebut. Terbukti, hingga kini kader Partai Demokrat tersebut masih aktif menjabat sebagai bupati dan seolah kebal hukum.

”Karena alasan itu, kami (KOMITs) meminta KPK lebih tegas menindaklanjuti laporan-laporan masyarakat yang masuk. Jangan hanya kasus-kasus popular saja yang diproses,” pinta Tommy di sela-sela aksinya di gedung KPK.

Abdullah Vanath, lanjut Tommy, diduga terlibat dalam kasus korupsi dan gratifikasi sejumlah proyek APBD. Dugaan korupsi Vanath diduga bersumber dari penggunaan kas daerah dan gratifikasi sejumlah proyek APBD yang diberikan sejumlah rekanan di daerah itu. Dugaan tindak pidana korupsi Vanath antara lain penggunaan dana blokir senilai Rp 4.138.598.887 dari total dana blokir  Rp 12.084.742.669 (APBD 2006) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Bagian Keuangan Sekretariat Daerah.

Menurut Tommy, dugaan korupsi itu tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 tanggal 10 maret 2008, ditemukan anggaran senilai Rp 4.138.598.887 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain penggunaan dana blokir APBD 2006, Vanath juga diduga terlibat tindak pidana korupsi dana belanja tak terduga dalam APBD SBT Tahun Anggaran 2006 senilai Rp 1.635.328.419.

Laporan hasil pemeriksaan BPK RI Nomor: 01/HP/XIX.AMB/03/2008 berdasarkan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2006, buku perhitungan APBD Tahun Anggaran 2006 dan arus keluar kas dari aktivitas operasi per 31 Desember 2007, BPK menemukan lima kali pencairan Surat Perintah Membayar Uang (SPMU) senilai Rp 2.364.733.419 yang tidak sesuai peruntukannya, termasuk pencairan hanya menggunakan disposisi Bupati Abdullah Vanath sebesar Rp 1.635.328.419 dari total anggaran Rp 2.958.054.811.

”Padahal realisasi sebenarnya dari pencairan anggaran sebanyak itu hanya Rp 765.995.000. Dengan temuan tersebut, Abdullah Vanath harus bertanggung jawab karena patut diduga keterlibatan dirinya atas berbagai kebijakan terhadap program atau kegiatan proyek yang diaksanakan oleh SKPD-SKPD di SBT yang merugikan keuangan daerah,” tegas Tommy.

Bahkan, Abdullah Vanath juga diduga dalam pembangunan ibu kota SBT di Hunimua. Sejak tahun 2011 dan 2012 pemerintah SBT telah mengaloksikan APBD SBT sebesar Rp 100 miliar untuk pembangunan ibukota SBT di Hunimua. Namun hingga kini tidak terlihat adanya pembangunan fisik di lokasi tersebut.

"Jelas, dalam kasus ini Bupati SBT tidak mendukung Undang-Undang No. 40 tahun 2003 sebagai bentuk percepatan pembangunan Hunimua menjadi ibukota kabupaten SBT. Sebaliknya Bupati SBT malah melirik lokasi lain untuk dijadikan ibukota SBT,” ungkap Tommy.

Tak hanya itu, lanjut Tommy, diduga ada lima proyek yang diduga fiktif di Dinas Pertanian dan Kehutanan SBT. Masing-masing; Proyek Gerhan tahun 2005-2006 senilai Rp 3,3 milyar, proyek Dana Alokasi Khusus (DAK)-Dana Reboisasi (DAK/DR) yang dibiayai APBN senilai Rp 1,58 milyar, DAK/DR tahun 2007 dari APBN senilai Rp 1,8 milyar, proyek pembangunan sejuta anakan pala tahun 2006 dari APBD senilai Rp 545 Juta dan proyek yang sama pada tahun 2007 bernilai ratusan juta rupiah.

Selanjutnya, proyek fiktif yang dikelola Dinakertrans SBT bersumber dari APBN tahun 2009 melalui Kementerian Tenaga Kerja senilai Rp 6,6 miliar, proyek pengembangan wilayah tertinggal tahun 2009 senilai Rp 3,4 miliar dan proyek yang sama tahun 2010 senilai Rp 2,5 miliar. Selain itu, pembayaran rapelan kenaikan gaji 400 CPNS golongan III tahun 2009, terhitung SK April 2009 hingga saat ini tidak pernah diterima. Bahkan, ternyata DAK 2009 di Dinas Pendidikan SBT juga terjadi pemotongan terhadap Rp 64 SD masing-masing berkisar Rp 25 juta-Rp 75 juta yang diduga instruksi dari orang nomor satu di SBT. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gempa Diprediksi Bakal Terus Terjadi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler