jpnn.com - JPNN.com - Direktur Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH), Beno Novit Neang mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mengusut tuntas dugaan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas tersangka Tubagus Chaeri Whardana alias Wawan.
Beno mengungkapkan bahwa banyak yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi alat kesehatan (alkes). Menurutnya, Wawan yang merupakan adik Ratu Atut Chosiyah tidak hanya menikmati seorang diri.
BACA JUGA: Jubir PPI: Anas Masih Punya Banyak Loyalis di Demokrat
"Dari fakta persidangan dan hasil pemeriksaan, Wawan tidak hanya bermain sendiri sebagai pengusaha tapi melibatkan eksekutif Tangerang Selatan yang kebetulan istrinya selaku walikota. Airin di mention berkali-kali namanya, jadi bukan sebagai pelaku pasif. Tapi pelaku aktif di sana," urai Direktur Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH), Beno Novit Neang saat dihubungi seperti yang dilansir RMOL (Jawa Pos Group), Selasa (27/12).
Menurut Beni, bukti sederhana dalam pencucian uang Wawan, bisa dilihat dari sitaan KPK berupa barang bergerak dan tidak bergerak, seperti mobil dan sertifikat, yang disita dari Andika Hazrumy yang kini mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur Banten, Airin Rahmi Diany Walikota Tangerang Selatan, serta kakak kandungnya yang menjadi Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.
BACA JUGA: Surabaya-Jakarta Delay, Karena Pilot Citilink Mabuk?
"Dengan adanya mobil yang disita, sertifikat, yang mengatasnamakan keluarga Wawan dan Atut, itu bagian dari konsepsi korupsi yang dilakukan secara keluarga," tegasnya.
Dengan pola korupsi seperti itu, menurut dia, jelas saja memunculkan dinasti politik yang berbahaya karena tujuannya hanya menggemukkan ekonomi keluarga, bukan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat Banten.
BACA JUGA: Sanksi Berat Perusahaan Pengguna TKA Ilegal
"Penerapan politik dinasti di lapangan adalah pembajakan demokrasi, termasuk di Banten, untuk membuka ruang korupsi," tegas dia.
Dalam kasus Banten, kata Beno, korupsi dilakukan adik kakak secara bersama. Selain itu juga membuka ruang politik menempatkan keluarga lain di posisi strategis seperti menjadi bupati walikota, anggota DPR, yang outputnya semata menggemukkan ekonomi.
Sebagai catatan, papar Beni, dari temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan sejumlah lembaga antikorupsi, dalam kurun waktu tiga tahun (2011-2013) di dua instansi, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Bina Marga serta Tata Ruang Provinsi Banten, perusahaan milik keluarga Atut mendapat 52 proyek dengan nilai Rp 723, 4 miliar.
Setidaknya ada dua lapis gurita bisnis keluarga Atut cs. Lapis pertama adalah perusahaan kepemilikan langsung, yang dikendalikan oleh dinasti Atut. Kedua, perusahaan-perusahaan yang diindikasi sebagai bendera atau kamuflase saja, misalnya punya afiliasi dengan jaringan bisnis.
ICW mencatat setidaknya ada 24 jaringan perusahaan lain yang berkaitan dengan keluarga Atut Cs. Perusahaan-perusahaan ini selalu menjadi pemenang atau minimal jadi nomor 2 atau 3 lelang tender.
Bahkan, dalam kurun 2008 hingga 2013, ICW menemukan 33 proyek yang dimenangkan perusahaan keluarga Atut dengan total nilai proyek Rp 478,728 miliar. Sementara pada Pemprov Banten, perusahaan keluarga Atut memenangkan 19 proyek dengan total nilai proyek Rp 244,604 miliar.
Totalnya ada 52 proyek yang dimenangkan perusahaan keluaraga Atut di Kementerian PU dan Pemprov Banten dengan total nilai kontrak sebesar Rp 723,333 miliar. Di tahun 2012, sebanyak 24 perusahaan yang diindikasi milik keluarga Atut telah menang 110 proyek dengan total nilai 346,287 miliar.
(wid/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KY: Semua Pihak Harus Hormati Vonis La Nyalla
Redaktur : Tim Redaksi