KPK Diminta Tangkap Otak Mafia Tanah Karawang

Selasa, 09 September 2014 – 14:06 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia diminta serius mengungkap otak yang sebenarnya di balik mafia calo tanah Karawang, Jawa Barat. Ada indikasi para mafia tanah itu tidak hanya berkolaborasi dengan oknum birokrasi, tetapi juga dengan oknum mafia hukum.

Hal tersebut dikatakan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dan aktivis Jaringan Advokat Publik (JAP) William A Zai kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/9). "Mafia tanah itu saat ini bukan hanya calo tanah biasa tapi sudah bisa masuk ke birokrasi melalui praktik jual beli izin," kata Boyamin.

BACA JUGA: IPW: Pecat Dua Anggota Polda Kalbar

Sementara William memaparkan hasil investigasi dan analisis lembaganya terkait keberadaan mafia calo tanah di Karawang, yang diduga kuat didalangi oleh oknum pengusaha berinisial AS. "JAP, sebagai lembaga yang menaruh perhatian terhadap penegakan hak-hak publik, mengkhawatirkan menguatnya posisi mafia calo tanah di Karawang akan berdampak pada terabaikannya hak-hak publik yang sesungguhnya," ujar dia.

William menunjukkan hasil analisis terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1646 K/Pid/2007 dengan terdakwa mantan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang, Mohammad Darundia. Dia didakwa bersama-sama dengan pihak lain merugikan keuangan negara Rp 3,04 miliar karena tanpa meneliti dan tanpa dasar menyatakan bahwa tanah pengangonan seluas lebih kurang 30 hektare di Desa Margakaya, Kecamatan Telukjambe, Kabupaten Karawang, adalah milik Pemkab Karawang.

BACA JUGA: FHI Sudah Polisikan Honorer K2 Bodong

Padahal jaksa menyatakan tanah itu milik negara. Alhasil pada 2003, tanah itu dilepas kepada pihak swasta. Dijelaskannya, perkara itu berawal dari adanya permohonan izin lokasi dari PT. Alam Hijau Lestari dengan surat permohonannya Nomor: 010/AHL/PIL/X/2 Tanggal 03 Oktober 2002 tentang Permohonan izin lokasi pemakaman terpadu dan wisata seluas lebih kurang 150 hektare.

"Pada 1989, pengusaha berinisial AS membebaskan tanah tersebut dari para penggarap dengan harga yang lebih murah. Harga jual yang seharusnya Rp 3,04 miliar malah menjadi hanya Rp2,4 miliar," jelasnya.

BACA JUGA: Adian Pertimbangkan Untuk Perkarakan Anggota Paspampres

William menduga terdapat pencederaan terhadap rasa keadilan publik dalam putusan kasasi yang berujung membebaskan terdakwa tersebut. Putusan itu, lanjut dia, tidak secara mendalam mengungkap siapa sebenarnya pihak pengusaha yang menjadi otak di balik kasus pidana itu. "Namun, setidaknya perkara itu menunjukkan indikasi bahwa mafia tanah itu ada dan menggurita," kata dia.

Sebelumnya terungkap oleh KPK, kasus pemerasan oleh Bupati Karawang Ade Swara dan istrinya yang juga anggota DPRD Karawang, Nurlatifah terhadap pihak PT. Tatar Kertabumi berkaitan dengan izin pertanahan di Karawang. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat pasal pemerasan. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Desak Jokowi Batalkan Pengadaan Mercy untuk Menteri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler