jpnn.com, JAKARTA - Pakar Komunikasi Politik Emrus Sihombing menanggapi beberapa aktor politik yang berpendapat di ruang publik seolah menuduh KPK bermanufer menjegal Anies Baswedan pada Pilpres 2024.
Menurut Emrus, Ketua KPK Firli Bahuri dituding ngotot mentersangkakan Anies Baswedan dalam kasus Formula E.
BACA JUGA: Abu Janda Angkat Bicara Soal Deklarasi Anies Capres Nasdem Saat Suasana Tragedi Kanjuruhan
“Pandangan ini saya pastikan sebagai framing politik menuju Pemilu 2024. Sebab, pesan komunikasi politik yang dilontarkan aktor politik didorong oleh kepentingan politik yang bersangkutan,” kata Emrus, Selasa (4/10).
Emrus memastikan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri terus bekerja atas dasar UU.
BACA JUGA: Anies Capres NasDem, KPK Tidak Takut Mengusut Kasus Formula E
Institusi ini tidak pernah tunduk pada kekuasaan apapun, termasuk pengaruh dari pusat kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Emrus membeberkan sejumlah bukti KPK bekerja imparsial. Jangankan gubernur, dua menteri dari kader dua partai papan atas dan berkuasa saat ini sudah divonis terbukti sah melakukan tindak pidana korupsi.
BACA JUGA: Tragedi Kanjuruhan, Boni Hargens: Jangan Tendensius Sudutkan Polri
Bahkan baru-baru ini seorang hakim agung sedang menjalani tahapan proses di KPK karena diduga kuat terlibat tindak pidana korupsi.
"Jadi, sama sekali tidak ada tebang pilih atau pilih tebang penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi di tanah air oleh KPK," kata Emrus.
Menurut Emrus, kepemimpinan Firli Bahuri di KPK tidak pernah menarget sosok tertentu atas dugaan tindak pidana korupsi, kecuali karena ada cukup bukti hukum soal dugaan tindak pidana korupsi.
Emrus mengatakan pandangan bahwa KPK ingin menjegal pencapresan Anies sangat berlebihan dan cenderung tidak berdasar.
Pasalnya, pendapat mereka tidak disertai fakta, data dan bukti hukum yang kuat. Para aktor politik tersebut ditengarai sedang melakukan politisasi penegakan hukum di ruang publik.
Oleh karena itu, wacana tersebut selain tidak melakukan pendidikan kesadaran hukum yang benar kepada masyarakat dipastikan juga berpotensi mengganggu dalam upaya kita bersama KPK memberantas korupsi di tanah air dan menjadikan hukum sebagai "panglima" di negeri kita sebagai negara demokrasi.
"Perlu harus kita sadari bersama bahwa "mengurai" dugaan keterlibatan seseorang melakukan tindak pidana korupsi, tidak semudah seolah "menuduh" ada manuver menjegal Anies Baswedan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024," tegas akademisi Universitas Pelita Harapan.
Sebab, untuk menetapkan seseorang menjadi saksi dan atau tersangka dan atau terdakwa dalam dugaan tindak pidana korupsi saja, KPK pasti berkerja prudent tanpa mengenal waktu dengan mengerahkan SDM ASN dari hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) yang ada di KPK dengan penggunaan dana yang sangat terbatas dan transparan untuk mencari serta memperoleh bukti awal yang sangat memadai.
"Intinya, biarkan KPK bekerja profesional, objektif dan netral demi pemberantasan korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa di Indonesia. Oleh sebab itu, sejatinya semua komponen bangsa mendukung KPK," ungkap Emrus.
Untuk itu, dia mengingatkan agar jangan ada elit politik di negeri ini mencoba-coba "mengganggu" atau mempolitisasi semua peran, fungsi dan tugas KPK dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Selain itu, untuk memberi pencerahan kepada masyarakat di ruang publik dan sekaligus pertanggungjawaban akademik saya sebebagai komunikolog Indonesia, saya besedia debat terbuka dengan para pihak yang seolah "menuduh" KPK bermanuver menjegal Anies Baswedan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024," tegas Emrus.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich Batari