jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Selasa (25/1).
Pengeledahan itu dilakukan sebagai rangkaian penyidikan kasus dugaan suap terkait pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat.
BACA JUGA: Ini Profil Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin yang Terkena OTT KPK
"Hari ini, tim penyidik melakukan upaya paksa penggeledahan di wilayah Kabupaten Langkat, Sumut. Lokasi yang dituju di antaranya rumah kediaman pribadi tersangka TRP selaku bupati Langkat," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (25/1).
Saat ini, kata Ali, tim KPK masih berada di lapangan dan melakukan pengumpulan bukti. “Perkembangan selanjutnya akan kami informasikan kembali," ujarnya.
BACA JUGA: Hanung Bramantyo Mengecam Bupati Langkat, Pakai Kata-kata Jahiliah
Lebih lanjut Ali mengingatkan kepada siapa pun dilarang dengan sengaja merintangi hingga berupaya menggagalkan penyidikan kasus tersebut. “KPK tidak segan menerapkan ketentuan di Pasal 21 UU Tipikor,” kata Ali.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi, dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.
BACA JUGA: Pengakuan 11 Saksi Soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Ternyata
Seperti diketahui, KPK total menetapkan enam tersangka.
Sebagai penerima, yakni Terbit Rencana Perangin Angin, Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS).
Sementara itu, sebagai pemberi, yaitu Muara Perangin-angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019—2024 bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
KPK menyebut agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase fee oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian fee oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp 786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik. (antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Boy