JAKARTA - Ini pertama kalinya seorang jenderal polisi aktif dijadikan tersangka korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berani "menilang" mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Pol Djoko Susilo dalam dugaan kasus korupsi proyek pengadaan simulator SIM. Meski sempat mendapatkan tekanan, KPK pun berjanji mengembangkan kasus ini sampai tuntas. Termasuk, menyelidiki kemungkinan aliran dana pada jenderal polisi berpangkat lebih tinggi yang diduga terlibat.
"Sejak 27 Juli KPK sudah meningkatkan kasus korupsi pengadaan simulator dari penyelidikan ke penyidikan dengan tersangka DS (Djoko Susilo) yang pernah menjabat sebagai Korlantas Mabes Polri," kata juru bicara KPK Johan Budi kemarin (31/7). Djoko yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) itu dijerat dengan pasal Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Nah, berdasarkan pasal tersebut, Djoko diduga menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain dan dilakukan secara bersama-sama. Nah, dengan pasal dilakukan secara bersama-sama itu KPK kini tengah memburu keterlibatan pihak lain, termasuk jenderal polisi yang pangkatnya lebih tinggi. "Kalau memang ditemukan dua alat bukti yang cukup, siapapun akan ditetapkan sebagai tersangka," kata Johan dengan nada tegas.
Kasus ini sendiri bermula pada Januari 2011 Korlantas Mabes Polri melakukan penunjukan kepada PT Citra Mandiri Metalindo untuk menyediakan alat simulator kendaraan untuk tes SIM. Tender itu berupa pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar.
PT Citra Mandiri Metalindo mensubkan pengadaan barang ke PT Inovasi Teknologi pimpinan Bambang Sukotjo Dalam dokumen surat perintah kerja yang diteken pejabat pembuat komitmen, Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, disepakati harga simulator sepeda motor adalah Rp 77,79 juta per unit dan simulator mobil Rp 256,142 juta per unit.
Padahal harga asli dari PT Inovasi per unit simulator sepeda motor hanya Rp 42,8 juta dan simulator mobil Rp 80 juta per unit. Artinya perusahaan Citra Mandiri itu memperoleh untung lebih dari 100 persen, yakni Rp 116 miliar.
Nah, selisih Rp 100 M ini diduga tak dinikmati sendiri melainkan dibagi-bagi ke sejumlah pejabat Korlantas maupun pejabat Mabes Polri. "Selain tersangka DS, seorang jenderal bintang tiga diduga juga ikut menerima pemberian dari pengusaha," ujar sumber Jawa Pos kemarin.
Memang bukan suatu hal yang mudah bagi KPK untuk menangani kasus korupsi di tubuh Polri. Sebab, selain sama-sama penegak hukum, para penyidik KPK juga berasal dari penyidik-penyidik mabes polri. Namun KPK membuktikan bahwa mereka merupakan komisi yang tidak takut menghadapi tekanan dan kepentingan manapun.
Buktinya saat melakukan penggeledahan di kantor Korlantas Mabes Polri Senin (30/7) malam, penyidik KPK sempat dihalang-halangi oleh rekannya sendiri dari penyidik Bareskrim Mabes Polri yang meluncur ke lokasi penggeledahan sekitar pukul 22.00. Kondisi malam itu sempat memanas. "Kita awalnya benar-benar silent, termasuk pada rekan-rekan wartawan . Tujuannya agar dokumen barang bukti tidak dihilangkan," katanya.
Sumber di KPK itu mengatakan, rupanya penggeledahan sampai juga ke telinga para penyidik bareskrim. Bahkan, mereka sempat bertindak tegas ke petugas KPK. Petugas KPK yang jumlahnya mencapai 30 orang itu diminta untuk segera menghentikan penggeledahan dan "dikurung" tidak diperkenankan keluar dari kantor Korlantas.
Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, petugas KPK pun menurut. "Padahal sejak sore penggeledahan berjalan lancar. Orang-orang lantas (lalu-lintas) koperatif. Tiba-tiba penyidik Bareskrim datang dan mengalah menuruti permintaan mereka," katanya.
Mendapat tekanan di lapangan, tim KPK langsung mengontak pimpinannya. Ternyata pimpinan KPK masih terus memantau perkembangan anak buahnya di lapangan. Begitu mendapat telepon dari tim di lapangan, Abraham Samad, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas turun ke lapangan. Baru kali ini pimpinan KPK terjun langsung ke lokasi penggeledahan.
Mereka tiba di sana sekitar pukul 23.00 dan ditemui Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Sutarman. Ketiga pimpinan itu mengelar rapat dadakan bersama Sutarman. Sumber tersebut mengatakan bahwa Sutarman melobi agar KPK tidak membawa berkas-berkas dokumen yang hendak disita KPK. Alasannya Bareskrim juga sedang menyidik kasus yang sama dan memerlukan dokumen tersebut.
Tapi pimpinan KPK berkukuh harus mendapatkan berkas itu. "Tapi lobi-lobi itu tidak berlangsung baik-baik dan tidak panas. Tapi yang panas yang dibawah-bawah (tim penyidik)," imbuhnya.
Akhirnya pertemuan itu mencapai kata sepakat. Kesepakatannya adalah, penyidik KPK boleh terus melakukan penggeledahan, namun barang bukti itu tidak tidak boleh dibawah ke luar dulu dan dikumpulkan di salah satu ruangan di Korlantas yang kemudian disegel dan bisa dibawa ke gedung KPK.
Petugas Korlantas sangat tertutup pada wartawan. Tidak kurang ada delapan Provost yang melarang para peliput masuk. Fotografer Jawa Pos yang berhasil menyusup memotret di dekat lobi gedung Korlantas pukul 5.30 pagi melihat penyidik KPK mengepak dokumen-dokumen itu dengan segel bertulis KPK. Ketua KPK Abraham Samad yang datang berjaket tampak ikut memeriksa dokumen. Sesekali Samad bertanya pada anggotanya dan juga berbicara dengan belasan petugas berseragam polisi lengkap yang berjaga disana.
Sekitar pukul 6 pagi, Johan Budi keluar dari lokasi menemui wartawan. Johan membantah ada ketegangan. "Hanya miskomunikasi saja," katanya. Soal bagaimana nasib barang bukti itu, pimpinan KPK langsung menggelar rapat dengan Kapolri Timur Pradopo yang berlangsung siang kemarin sekitar pukul 15.00.
Hasil pertemuan antara Abraham, Bambang dan Timur adalah adanya joint investigation atau penyidikan gabungan antara KPK dan Mabes Polri. "Prinsipnya dua institusi sepakat untuk memberantas korupsi. KPK menangani tersangka DS pihak Mabes menangani pejabat pembuat komitmennya," kata Abraham Samad usai pertemuan di ruang pribadi Kapolri selama satu jam.
Dalam pertemuan itu disepakati semua dokumen boleh dibawa ke KPK. Namun, jika nanti ada dokumen yang dibutuhkan penyidik Mabes Polri, harus diserahkan kembali. "Kita tuntaskan korupsi bersama-sama, semua sama di mata hukum," kata Kapolri Jenderal Timur Pradopo.
Ditanya soal tersangka dari versi Mabes Polri, Timur enggan membuka. "Nanti ya Dik, ini masih berjalan, terimakasih ya Dik," katanya lantas buru buru masuk ke ruangan ditemani Karopenmas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, KPK sebenarnya sudah memantau dugaan korupsi ini sejak Januari 2012 silam. Diam-diam komisi anti rasuah itu mengumpulkan bahan keterangan untuk mendalami kasus tersebut. Selain itu, KPK juga memantau persidangan pimpinan PT Inovasi Teknologi Bambang Sukotjo di Pengadilan Negeri Bandung yang didakwa melakukan penggelapan.
Rupanya, tim penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Mabes Polri juga melakukan penyelidikan. Belakangan mereka meningkatkan menjadi penyidikan. "Ini sebelumnya sudah diperiksa Propam, lalu Irwasum, lalu ke Bareskrim," kata Kadivhumas Polri Irjen Anang Iskandar.
Di bagian lain, Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, dirinya sudah melakukan komunikasi dengan ketua KPK dan Kapolri terkait dengan penanganan kasus dugaan korupsi simulator uji SIM. Dia meminta agar penanganannya tetap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hal itu untuk menghindari terulangnya konflik yang dikenal dengan cicak vs buaya. "Jangan sampai nuansa seperti zaman lalu, cicak buaya, kpk vs polri tidak terjadi lagi," kata Djoko di sela ratas di kementerian pendidikan dan kebudayaan, kemarin (31/7).
Menurut Djoko, baik ketua KPK maupun Kapolri berjanji agar cicak - buaya tidak terulang. Sebagai lembaga penegak hukum, lanjutnya, harus menjaga dan tidak saling bertentangan. "Tidak boleh saling bertikai, justru harus bersinergi. Dan mereka berjanji untuk itu," kata mantan Panglima TNI itu.
Djoko mengatakan, antara lembaga penegak hukum, Kejaksaan, Polri, dan KPK, sudah memiliki mekanisme yang disepakati bersama dalam sebuah MoU. Dalam kasus ini, Kapolri menyatakan akan mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK.
Menurut Djoko, presiden juga memberikan dukungan sepanjang itu dalam konteks penegakan hukum. "Mereka harus sinergi untuk penegakan hukum, itu respon presiden," kata Djoko yang juga ketua Kompolnas itu.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyayangkan sikap tidak kooperatif yang diperlihatkan Polri terhadap tim penyidik KPK yang hendak melakukan penggeledahan. Semua kementerian dan lembaga negara, lanjut dia, seharusnya seirama dalam langkah pemberantasan korupsi mengikuti komando Presiden SBY.
"Publik tentu kecewa jika Polri tersandera ego sektoral. Sudah sepatutnya Polri menunjukkan kedewasaan dengan tidak menghalangi penegakkan hukum yang dijalankan KPK," kata politisi PDIP, itu. Menurut Eva, KPK bisa menggunakan otoritas untuk mensupervisi dan melakukan koordinasi dengan kepolisian.
"Kasus Korlantas ini ujian kerjasama yang baik antara KPK dan Kepolisian sekaligus ujian bagi kepemimpinan Presiden SBY dalam penuntasan kasus korupsi," tandasnya. (kuh/rdl/dim/fal/pri)
Tegang saat Penggeledahan
27 Juli 2012
- KPK menaikkan status kasus korupsi pengadaan simulator SIM Korlantas Mabes Polri ke penyidikan. Mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo menjadi tersangka.
- KPK tetap menyembunyikan status Djoko sebagai tersangka untuk kepentingan pencarian barang bukti.
30 Juli 2012
- Pukul 16.00: KPK bergerak ke kantor Korlantas untuk penggeledahan dan pengumpulan bukti. KPK menurunkan 30 penyidik.
- Pukul 22.00: Penggeledahan yang sebelumnya berjalan lancar terhenti. Beberapa penyidik Bareskrim Mabes Polri datang dan meminta penyidik KPK menghentikan penggeledahan dan tidak boleh meninggalkan gedung Korlantas. Suasana sempat memanas. Penyidik KPK melaporkan penghalangan penggeledahan itu ke pimpinan KPK.
- Pukul 23.00: Tiga pimpinan KPK, Abraham Samad, Bambang Widjojanto, dan Busyro Muqoddas, datang ke lokasi penggeledahan. Kabareskrim Komjen Pol Sutarman menemui tiga pimpinan tersebut dan berkoordinasi.
31 Juli 2012
- Pukul 00.00: Tercapai kesepakatan dan penyidik KPK diperbolehkan melanjutkan penggeledahan.
- Pukul 05.00: Pimpinan KPK dan Sutarman kembali menggelar rapat dan memutuskan dokumen hasil penggeledahan tidak dibawa dulu ke gedung KPK, tapi harus disegel dan dikumpulkan di sebuah ruangan di Korlantas.
- Pukul 15.00: Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto datang ke Mabes Polri untuk melakukan rapat dengan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo.
- Pukul 16.00: Tercapai kesepakatan bahwa KPK tetap menangani kasus itu dan polisi juga menyidik kasus yang sama. Tapi, tersangka antara KPK dan Pori berbeda. Kesepakatan lain, KPK boleh membawa barang bukti yang dibutuhkan, tapi sebagian harus ditinggal untuk kepentingan penyidikan oleh Polri.
Empat Kasus Driving Simulator
1. Penggelembungan harga 700 unit simulator motor dan 556 unit simulator mobil hingga sekitar 300 persen. Total anggaran pengadaan driving simulator Rp 198,7 miliar, terdiri atas Rp 55,3 miliar driving simulator roda dua dan driving simulator roda empat Rp 143,4 miliar.
2. Penggelapan kontrak. Pemenang tender PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) membeli alat peraga pada PT Inovasi Teknologi Indonesia senilai Rp 83 miliar (nilai proyeknya Rp 198,7 miliar). Pengadilan Tinggi Bandung memvonis Dirut PT Inovasi Teknologi Indonesia Bambang Soekotjo 3 tahun 10 bulan.
3. Suap pemenang tender kepada pejabat Polri. Pengacara Bambang, Erick S. Paat, mengaku kliennya pernah menyetor Rp 4 miliar ke sekretaris pribadi Kakorlantas dan Rp 16 miliar ke rekening Primer Koperasi Polisi (Primkoppol).
4. Penyalahgunaan wewenang. KPK menetapkan bekas Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka. Gubernur Akpol ini diduga melanggar pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Tipikor dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Merril Lynch Sesalkan Putusan MA
Redaktur : Tim Redaksi