jpnn.com - MATARAM - Keluarnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh Kejati NTB pada kasus dugaan penyimpangan Dana Bagi Hasil dan Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) mendapat atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga anti rasuah ini mewacanakan untuk melakukan pengambilalihan perkara tersebut.
”Kalau kasusnya kuat, kemungkinan bisa kita ambil alih," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief, Sabtu (29/10) seperti dilansir Lombok Post (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Rudy Gantikan Edi Surjana Jabat Wakil Gubernur AAL
Laode menjelaskan, kemungkinan penanganan perkara dilanjutkan KPK sangat terbuka. Ini jika terdapat bukti kuat adanya indikasi tindak pidana korupsi dalam perkara DBHCHT. Seperti, adanya alat bukti yang cukup dan proses yang bertentangan dengan hukum.
”Ada terjadi kick back atau ada suapnya, bukti yang lebih dari satu, seperti itu lah, baru nanti bisa kita tangani,” kata dia.
BACA JUGA: Tenaga Kerja Asing Tiongkok Ilegal Serbu Jatim
Sebelum menuju ke arah sana, lanjut dia, KPK harus lebih dulu melakukan gelar perkara bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Nantinya, setelah gelar perkara bersama, bisa diputuskan apakah KPK akan mengambil alih perkara atau tidak.
”Jadi belum bisa kami simpulkan dulu akan kemungkinan diambil alih, harus lihat dulu,” ujar Laode.
BACA JUGA: Duaaar!! Mobil Pengantar Wisudawan Tiba-Tiba Meledak
Lebih lanjut, Laode mengungkapkan baru mendengar bahwa Kejati NTB melakukan SP3 terhadap perkara DBHCT. Jumlah dugaan penyimpangan dana yang mencapai miliar sempat membuat pria asal Muna, Sulawesi Tenggara ini kaget.
”Ini baru saya dengar, akan coba saya tanyakan di kantor, khususnya bagian tim koordinasi dan supervisi KPK,” kata dia.
Diketahui, sebelum mengeluarkan SP3 penyidik Kejati NTB sudah melakukan serangkaian penyelidikan hingga dinaikan ke tahap penyidikan. Selama proses penyidikan, jaksa telah memeriksa sekitar 29 orang saksi. Termasuk sejumlah pejabat penting Provinsi NTB.
Awalnya kejaksaan mengusut penggunaan anggaran pada item bantuan Olah Pijar Rp 32 miliar. Ada juga dugaan anggaran dobel. Tapi, semua item penyidikan itu terpental. Tidak satu pun ada kerugian negara.
Dugaan anggaran dobel terlihat dari sejumlah pengerjaan fisik yang menggunakan dana miliaran. Dana DBHCHT itu mengalir untuk rehab rumah tak layak huni senilai Rp 20 miliar. Bantuan keuangan olahan Padi, Jagung, Rumput Laut (Pijar) Rp 3,3 miliar. Integrasi ternak dan tanaman Rp 5 miliar dan pembangunan gedung serbaguna Rp 2 miliar.(JPG/dit/r2/fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Termakan Janji Teman Chatting, Rp 80 Juta Melayang
Redaktur : Tim Redaksi