JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengaku bahwa pemberantasan korupsi yang dilakukan pihaknya tidak seperti pemadam kebakaran. Dia mengklaim menggunakan pendekatan pengintegrasian pendekatan represif dan pencegahan.
"Kami mendeteksi faktor penyebab dari korupsi karena kami tidak ingin tampil terkesan sebagai pemadam kebakaran (mengutamakan penindakan)," ujar Ketua KPK, Abraham Samad di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/5).
Sebab menurut Abraham, kalau hanya melakukan penindakan saja maka tidak ada jaminan korupsi di tempat yang sama tidak terjadi lagi. "Karena itu kami integrasi represif dan pencegahan," kata dia.
Selain itu sambung Abraham, tim penelitian dan pengembangan KPK menganalisa kenapa bisa terjadi korupsi di suatu instansi. Dari hasil observasi tersebut kata dia, akan ditemukan bahwa ada sistem yang tidak berjalan sebagaimana mestinya atau ada regulasi yang memungkinkan terjadinya kongkalikong di sana.
"Kami berikan rekomendasi ke instansi tersebut untuk diperbaiki. Saat itu pula KPK supervisi terhadap instansi tersebut. Kalau kami tidak lakukan itu mungkin sekarang bisa dilakukan tindakan tapi tahun depan tidak terjamin apakah korupsi tidak terjadi lagi," pungkasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Jaksa Agung, Mohammad Amari menerangkan pemberantasan korupsi tidak boleh dilakukan seperti pemadam kebakaran. Menurutnya harus ada upaya mengeliminirnya pada kesempatan awal.
"Dari awal buat kebijakan dilihat bagaimana efeknya menimbulkan korupi atau tidak. Kami eliminisasi dalam kesempatan pertama saat kebijakan dibuat," ujar Amari. (gil/jpnn)
"Kami mendeteksi faktor penyebab dari korupsi karena kami tidak ingin tampil terkesan sebagai pemadam kebakaran (mengutamakan penindakan)," ujar Ketua KPK, Abraham Samad di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/5).
Sebab menurut Abraham, kalau hanya melakukan penindakan saja maka tidak ada jaminan korupsi di tempat yang sama tidak terjadi lagi. "Karena itu kami integrasi represif dan pencegahan," kata dia.
Selain itu sambung Abraham, tim penelitian dan pengembangan KPK menganalisa kenapa bisa terjadi korupsi di suatu instansi. Dari hasil observasi tersebut kata dia, akan ditemukan bahwa ada sistem yang tidak berjalan sebagaimana mestinya atau ada regulasi yang memungkinkan terjadinya kongkalikong di sana.
"Kami berikan rekomendasi ke instansi tersebut untuk diperbaiki. Saat itu pula KPK supervisi terhadap instansi tersebut. Kalau kami tidak lakukan itu mungkin sekarang bisa dilakukan tindakan tapi tahun depan tidak terjamin apakah korupsi tidak terjadi lagi," pungkasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Jaksa Agung, Mohammad Amari menerangkan pemberantasan korupsi tidak boleh dilakukan seperti pemadam kebakaran. Menurutnya harus ada upaya mengeliminirnya pada kesempatan awal.
"Dari awal buat kebijakan dilihat bagaimana efeknya menimbulkan korupi atau tidak. Kami eliminisasi dalam kesempatan pertama saat kebijakan dibuat," ujar Amari. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Santoso, Teroris Poso Diduga Terkait Kelompok Abu Roban
Redaktur : Tim Redaksi