“Biasanya dalam proses seperti ini ada beberapa langkah yang sudah diambil. Bagian pertama pasti cekal. Bagian kedua pasti melacak seluruh aset. Ketiga, pasti kita melakukan freezing (pembekuan,red) rekening-rekening untuk melacak dana-dananya. Biasanya seperti itu,” kata Bambang di Jakarta, Selasa (4/12).
Meski demikian, Bambang belum dapat memastikan bahwa nantinya Djoko juga akan dijerat Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebab, prioritas utamanya adalah memburu asetnya terlebih dulu.
“Belum sampai sejauh itu (Dijerat dengan UU TPPU,red). Belum sampai merumuskan apakah nanti akan juga dikombinasi dengan TPPU. Tetapi yang sudah akan dilakukan sekarang, melakukan asset tracing terhadap indikasi dugaan hasil atau aset kekayaan yang diduga dari tipikor. Itu juga sedang dilakukan,” pungkas Bambang.
Saat ini total aset dan kekayaan mantan Kepala Korlantas RI itu mencapai Rp 5,6 miliar. Angka itu adalah catatan terakhir kekayaannya yang dilaporkan pada KPK 20 Juli 2010 saat menjadi Direktur Lalu Lintas – Babinkam Polri. Kekayaan jenderal bintang dua ini terdiri dari harta tidak bergerak (tanah dan bangunan ) dan harta bergerak (tranportasi dan mesin).
Harta tak bergerak milik Djoko bernilai total Rp 4,610 miliar. Sedangkan, harta bergerak Djoko bernilai total Rp 275 juta.
Harta bergerak lainnya milik Djoko berjumlah total Rp 500 juta. Rinciannya terdiri dari logam mulia yang berasal dari warisan perolehan tahun 1999 sampai dengan 2000 dengan nilai jual Rp160 juta.
Ia juga memiliki batu mulia yang berasal dari warisan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2001 senilai Rp 160 juta. Djoko juga memiliki barang seni dan antik yang berasal dari hasil sendiri tahun 2008, bernilai Rp 80 juta.
Benda bergerak lainnya yang diperolehnya pada tahun 1998 sampai dengan tahun 1999 bernilai jual Rp 100 juta. Terakhir, Djoko memiliki giro dan setara kas lainnya senilai Rp 237,4 juta.
Sejak kemarin (3/12) Djoko resmi menjadi tahanan KPK. Ia dijerat pasal 2 ayat 1 huruf a atau pasal 3 Undang-undang 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Mantan Kepala Korlantas Polri itu diduga menyalahgunakan kewenangan dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau perusahaan dalam perkara Simulator SIM 2011. Akibat perbuatannya, negara dirugikan sebesar Rp 100 miliar.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menakertrans Pantau Kinerja 33 Provinsi
Redaktur : Tim Redaksi